Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia memastikan hingga saat ini belum ada investor yang menyatakan untuk mundur atau membatalkan investasi di Indonesia.
"Sampai sekarang, kami kan komunikasi terus, kami telpon satu-satu. Kami belum menemukan satu investor yang mengatakan (akan) membatalkan investasinya di Indonesia. Enggak ada," katanya dalam paparan melalui konferensi video di Jakarta, Senin.
Bahlil mengakui sejumlah investor memang mengulur waktu realisasi investasi karena terdampak pandemi virus corona jenis baru (COVID-19).
Ia mencontohkan salah satu proyek investasi mangkrak yakni proyek PLTU Tanjung Jati B (PLTU Jawa 4) senilai Rp38 triliun di Jawa Barat.
Proyek tersebut seharusnya sudah melakukan peletakan batu pertama pembangunan (groundbreaking) pada Maret lalu tapi harus diundur hingga akhir Mei karena COVID-19.
"Tapi (proyek) tetap jalan. Bahkan di lapangan sudah mulai persiapan. Di tempat lain pun begitu. Jadi, saya pastikan bahwa yang ada hanyalah menunda waktu sedikit. Atau menjadwal ulang. Tidak ada yang batal. Indonesia ini bagus, rugilah mereka kalau batal," katanya.
Mantan Ketua Umum Hipmi itu menjelaskan upaya menjaga iklim investasi di tengah pandemi COVID-19 memang cukup berat. Namun, sebagai mantan pengusaha, Bahlil menilai Indonesia akan selalu bisa mengambil peluang dalam setiap kesempatan.
Misalnya, dulu Indonesia tidak pernah memfokuskam diri untuk bisa memproduksi Alat Pelindung Diri (APD), masker atau alat kesehatan lainnya.
"Sekarang kita bisa menjadi negara produsen, mungkin terbesar karena kita bisa ekspor. Di beberapa pabrik sudah berubah," katanya.
Karena itu, Bahlil mengatakan penting bagi Indonesia untuk melakukan perbaikan agar regulasi bisa mendukung iklim investasi.
"Makanya UU Omnibus Law tetap kita harus pacu dalam rangka memberikan kepastian dan keyakinan bagi investor bahwa Indonesia salah satu negara yang positif untuk melakukan investasi," katanya.
Selanjutnya, Bahlil mengatakan upaya menjaga iklim investasi memang membutuhkan perlakukan khusus. Perlu upaya agresif untuk menarik investasi sehingga prinsip saling membutuhkan dengan investor bisa terjalin.
"Kalau selama ini mereka yang butuh kita, kita sekarang balik. Kita harus merasa sama-sama saling membutuhkan," katanya.