Jayapura (ANTARA) - Warnanya biru, sebiru warna langit yang menjadi atapnya. Namun begitu mencapai pasir putih yang memadati daratan pembatas samudera nan luas itu, air laut berona biru itu pun berubah menjadi buih putih jernih.
Tak seperti di pantai-pantai yang dihantam ombak besar Samudera Hindia yang kerap ganas menggunung, ombak yang menghempas pantai dari lautan yang hampir abadi membiru itu tenang sesuai namanya Lautan Teduh. Orang biasa menyebutnya dengan Samudera Pasifik.
Adalah penjelajah Spanyol Ferdinand Magellan yang menamai samudera ini dengan lautan teduh, dari bahasa Spanyol "pacifico", ketika Magellan berlayar mengelilingi Bumi pada awal abad ke-16.
Dia menyeberangi Samudera Atlantik yang ganas, mulai dari selatan daya Eropa sampai selatan benua yang kini dikenal dengan Amerika, sampai mengarungi lautan tenang yang lalu dia namai dengan Samudera Pasifik, dan berlabuh di tempat yang kini disebut Filipina sampai meregang nyawa di sana.
Wajar jika Magellan menyebut samudera ini lautan teduh karena selama setahun sebelum mencapainya pada Oktober 1520 dia mesti mengarungi kedahsyatan dan keganasan gelombang Samudera Atlantik mulai awal Agustus 1519.
Indonesia adalah salah satu negara berbatasan dengan lautan teduh yang merupakan lautan paling dalam dan paling luas di dunia. Tak hanya itu, Indonesia juga satu dari hanya tiga negara di Asia yang wilayahnya diapit Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Dua negara lainnya adalah Thailand dan Malaysia yang keduanya bertepi Samudera Pasifik di Teluk Thailand dan Laut China Selatan.
Indonesia juga adalah salah satu negara yang memiliki garis pantai yang berbatasan dengan Samudera Pasifik yang paling panjang di Asia. Mulai dari bagian barat pulau Sumatera, khususnya Kepulauan Riau, sampai Papua di paling timur.
Dan sekalipun bukan negara berluas daratan terbesar di dunia, Indonesia adalah negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.
Indonesia memiliki garis pantai sejauh 99.083 km. Jarak ini merupakan yang kedua terpanjang setelah Kanada yang memiliki panjang pantai 202.080 km.
Namun berbeda dengan Kanada, pantai Indonesia tidak hanya panjang, melainkan juga terkenal sebagai rangkaian pepantaian indah yang semakin elok nan menarik oleh luar biasa kayanya keanekaragaman hayatinya, termasuk di pantai paling timurnya di Papua.
Ada dua pantai di Papua yang termasuk pantai paling timur di Indonesia. Pertama, di bagian utara Papua yang menghadap langsung Samudera Pasifik. Kedua, di bagian selatan Papua di Merauke yang menghadap Luat Arafura yang merupakan salah satu dari banyak rangkaian laut yang termasuk bagian Samudera Pasifik.
Pantai Base G
Salah satu titik paling timur pantai Indonesia itu adalah Pantai Base G yang masuk wilayah kota Jayapura, ibu kota provinsi Papua.
Pantai Base G yang juga disebut Tanjung Ria terletak di sebelah barat Kota Jayapura, tepatnya di Distrik Jayapura Utara.
Base G adalah nama yang diwariskan dari nama basis militer sekutu pada Perang Dunia Kedua, yakni Base G Camp.
Seperti pelukisan Magellan tentang lautan tenang yang malah mengantarkan dia kepada fase terakhir perjalanan hidupnya, walaupun ini terjadi di daratan bertepikan Samudera Pasifik, Pantai Base G juga tenang nan cerah.
Minggu pagi 10 Oktober kemarin pukul 10.00 WIT, ANTARA berusaha mencerap ketenangan yang banyak diceritakan orang yang pernah ke sini dan sekaligus menginjakkan kaki di salah satu titik paling timur Indonesia yang menghadapi langsung samudera yang menyimpan banyak catatan penting dalam sejarah kontemporer manusia itu.
Memang tenang, menenangkan malah. Seperti digambarkan dalam awal tulisan ini, rona lautnya sebiru warna langit yang mengkolonginya. Ombaknya tenang, sampai ada bagian dangkal di bibir pantai yang kerap digunakan untuk anak-anak guna belajar berenang.
"Kami cukup sering ke sini, suasananya menenangkan, cocok untuk santai-santai,” kata Faradilla, ibu dua anak asal kota Jayapura yang Minggu pagi itu tengah bersantai menunggu rekan ibu-ibu sekampungnya. "Kami mau arisan di sini," celetuk perempuan yang meminta disapa Dilla ini diiringi tawa.
Tak jauh dari tempat Dilla bersantai, Faldo Krey, remaja usia 18 tahun yang tinggal tak jauh dari Pantai Base G, sibuk mengotakatik ponselnya. Dia tengah memotret dua remaja lainnya seusia dia yang sepertinya sepasang kekasih.
"Saya tinggal di sana," kata Faldo menunjuk deretan rumah di atas kawasan pantai yang disebut sebagai situs wajib kunjung dan menu wisata penting manakala orang datang ke kota Jayapura.
Rupanya Faldo sedang mengantarkan saudara perempuannya yang ternyata pula seperti ANTARA, datang dari Jakarta. Dengan kamera ponselnya, Faldo beberapa kali memotret sang saudara yang datang bersama sang kekasih.
Memang tidak salah sejoli itu datang ke sini. Suasana pantai ini tak hanya bisa menghilangkan penat atau menenangkan pikiran, karena bisa juga menjadi pilihan tempat untuk para kekasih yang tengah dimabuk cinta.
Hanya perlu Rp5.000 untuk masuk Base G. Ini jika Anda mencapainya dengan berkendara sepeda motor. Menggunakan kendaraan roda empat, tarifnya lain lagi. Tetapi sama sekali tak akan membuat kering isi kantong Anda.
Hanya saja, hati-hatilah manakala melihat pondok-pondok yang kadang tak beratap yang berjejer di sepanjang bibir pantai.
Salah-salah, kantong Anda bisa jebol karena ada tarif untuk pondong yang lebih tepatnya disebut saung, tak peduli Anda duduk lama atau sebentar di sana.
Kaya nan strategis
"Pondok yang ada atapnya, (harganya) Rp250 ribu," kata Barcellina (50), menunjuk sebuah saung beratap yang agak rapi. "Kalau yang tidak beratap, harganya Rp150 ribu," sambung dia, seraya tangan tetap menggenggam sapu sebentuk bajak untuk membersihkan pantai dari serakan sampah yang dihempaskan ombak laut ke daratan.
Barcellina mengaku mengusahakan enam saung, yang satu di antaranya tak beratap. Harga Rp150-250 untuk sekedar dipakai duduk memang terasa mahal. Tapi itu jika Anda datang sendirian.
Sebaliknya, jika datang berombongan sampai berpuluh orang sekalipun, harga sebesar itu sebenarnya murah. Ini karena para pemilik saung seperti Barcellina memasang harga sebesar itu untuk per saung, bukan per orang.
"Saya kayaknya harus bayar Rp350 ribu untuk pondok ini. Murah sih karena kami datang banyakan, belasan orang malah. Sudah begitu, kami akan lumayan lama di sini," kata Dilla.
Ya, mahal atau murah memang tergantung dari mana orang melihatnya. Jika isi kantong yang melulu menjadi pertimbangan, sudah pasti mahal.
Namun jika disertai taktik seperti Dilla yang datang bersama belasan teman seperti dilakukan kebanyakan orang yang datang ke sini, harga sebesar itu murah. Apalagi jika yang menjadi pertimbangan datang ke sini semata demi menikmati dan meresapi keelokan, keeksotisan dan ketenangan tempat ini.
Tapi Pantai Base G hanyalah satu dari sekian tempat wisata yang berserakan di Papua. Ada banyak tempat yang sama indahnya dan lebih indah dari tempat ini di Papua.
Yang pasti, menjejakkan kaki di pantai paling timur Indonesia, yang juga sarat sejarah ini, adalah pengalaman yang menarik, kalau tidak mencerahkan.
Bagi sebagian orang, tempat indah ini malah bisa membuatnya makin meresapi betapa agungnya Indonesia. Negara kedua di dunia yang memiliki pantai terpanjang ini bukan hanya luas sekali, namun juga indah, kaya budaya, dan kaya sumber daya.
Di salah satu perairannya yang berbatasan dengan Samudera Pasifik di Papua, tersimpan banyak potensi. Untuk perikanan misalnya, mengutip data Pemerintah Kota Jayapura, lautan yang termasuk di antaranya bertepikan Pantai Base G itu juga kaya tuna, skipjack, kembung, kakap, kerapu, dan lobster.
Tak hanya itu, pantai paling timur di Indonesia ini juga menempati posisi strategis dari peta politik kawasan dan geoekonomi kawasan, karena menjadi persimpangan penting antara kawasan Pasifik Selatan dengan kawasan bernadi ekonomi paling kencang di dunia di sepanjang tepi barat Pasifik di Asia Timur dan Asia Tenggara.
Jadi, tak cuma indah dan kaya, pantai utara Papua adalah juga salah satu gerbang Indonesia dalam menatap dan memasuki dunia. Di sini pula, salah satu pembalikan besar dalam Perang Dunia Kedua yang mengubah dunia seperti kita kenal saat ini, pernah terjadi.