Jayapura (ANTARA) - Tanah Papua merupakan wilayah Indonesia paling timur yang berbatasan langsung dengan Papua New Guinea (PNG), yakni Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Pegunungan Bintang, Papua Tengah, Merauke, dan Kabupaten Bovendigoel, Papua Selatan.
Dari kelima wilayah tersebut, baru tiga yang dibangun Pos Lintas Batas Negara (PLBN) yakni Kota Jayapura, Papua, Merauke, dan Kabupaten Bovendigoel Papua Selatan, sisanya masih dalam proses pembangunan.
Kehadiran PLBN di wilayah-wilayah itu penting karena menjadi embrio pusat pertumbuhan ekonomi kawasan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan.
Ihwal penggunaan mata uang pun di daerah perbatasan, itu pun harus memakai rupiah seperti diamanatkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang terkait kewajiban penggunaan rupiah, transaksi keuangan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Salah satunya di kawasan PLBN Sota, Merauke, Papua Selatan. Guna mewujudkan komitmen tersebut, Bank Indonesia telah memberikan izin pada Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) yakni Ni Kanjeraei melakukan kegiatan usaha jual dan beli uang kertas asing (UKA) di PLBN Sota.
Apalagi Distrik Sota merupakan perbatasan RI-PNG untuk wilayah ujung timur Papua sehingga diperlukan kehadiran BUMK guna peningkatan penggunaan rupiah.
Peningkatan penggunaan rupiah di perbatasan dapat meningkatkan ekonomi wilayah itu sendiri karena di daerah perbatasan transaksinya menggunakan dua mata uang. Jadi, jika rupiah semakin banyak yang beredar, berarti nilai rupiah akan semakin kuat dan itu bisa meningkatkan ekonomi secara tidak langsung.
Dengan adanya kebijakan penggunaan rupiah pada kegiatan internasional tersebut diharapkan mampu mendukung kestabilan nilai tukar rupiah, mendorong pendalaman pasar keuangan, dan mendorong perbaikan struktur ekonomi domestik.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Papua Thomy Andryas mengatakan pada 20 Maret 2023 BUMK sudah bisa beroperasi secara resmi sehingga penggunaan mata uang ini sebagai alat transaksi pembayaran bisa lebih optimal.
“BUMK Ni Kanjeraei merupakan penyelenggara jual beli UKA pertama di kawasan perbatasan Sota Merauke yang mendapatkan izin dari Bank Indonesia,” katanya.
Kehadiran BUMK Ni Kanjerai diharapkan mampu mendorong geliat perdagangan di kawasan perbatasan Sota Merauke yang akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
Di Papua, selain Kabupaten Merauke, penggunaan rupiah juga sudah dilakukan pada PLBN Skow di Kota Jayapura, Papua. Oleh karena itu demi meningkatkan penguatan penggunaan Rupiah di wilayah perbatasan, Bank Indonesia akan meningkatkan jumlah uang layak edar atau jika perlu menghadirkan kas keliling.
Permudah transaksi UKA
Kepala Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sota, Merauke, Papua Selatan, mengatakan pihaknya sangat kehadiran BUMK karena dapat mempermudah transaksi UKA di pasar perbatasan.
Dia mengatakan hari pasar di perbatasan Sota buka dari Senin-Jumat, rata-rata orang yang masuk 15-25 orang per hari, namun jika memasuki hari raya keagamaan, jumlahnua bisa lebih.
“Untuk itu kami mendukung kehadiran BUMKN yang akan meningkatkan perekonomian dari Pasar Sota. Apalagi kunjungan warga PNG setiap hari ke pasar Sota sangat bagus,” katanya.
Menurut Puspa, sejak diresmikan, semua proses penukaran tidak mengalami kendala, semuanya berjalan lancar, baik para pedagang maupun warga dari PNG sendiri.
“Kehadiran BUMKN sangat disambut baik oleh masyarakat baik di pasar maupun dari PNG karena ada akses mereka berbelanja lebih mudah, apalagi PLBN Sota masuk program kawasan penggunaan rupiah.
Kata Puspa, sebelum kehadiran BUMK, penukaran uang kina ke rupiah dilakukan secara ilegal ke perorangan seperti di kios atau ke mama-mama penjual sayur. Namun ada juga pedagang menggunakan sistem barter antara barang di PNG dan Merauke.
“Kami meyakini transaksi ekonomi di kawasan perbatasan Sota akan bertumbuh seiring dengan kehadiran BUMK Ni Kanjeraei sebagai lembaga berizin memfasilitasi penukaran mata uang kina oleh warga Papua Nugini ke mata uang rupiah, katanya lagi.
BUMK jual beli UKA
Direktur BUMK Ni Kanjeraeni Ahmad Hidayat mengatakan informasi kehadiran BUMK sebagai penyenggara jual beli UKA belum menyebar secara merata ke pedagang maupun ke warga PNG sehingga penukaran belum optimal.
“Ini menjadi PR kami karena kehadiran BUMK sendiri merupakan yang pertama di perbatasan Sota sehingga masih perlu dilakukan sosialisasi,” katanya.
Untuk itu pihaknya melakukan beberapa upaya seperti pemasangan spanduk, brosur, stiker pada setiap kios, dan fasilitas umum lainnya.
“Kami akan menyurati kampung-kampung karena memang ada yang berbatasan langsung dengan PNG untuk menginformasikan bahwa PLBN Sota membuka secara resmi untuk penukaran UKA,” ujarnya.
Menurut Ahmad, sejauh ini penukaran melalui via transfer atau menggunakan visa karena BUMK ini masih baru sehingga secara bertahap pelayanan penukaran uang akan terus ditingkatkan seperti menghubungi perbankan terdekat untuk membantu pengadaan alat edisi yang bisa melayani visa.
Penukaran UKA, sejauh ini, masalah yang paling krusial pada permodalan. Karena BUMK berasal dari kampung sehingga untuk permodalannya masih menjadi permasalahan sehingga ke depan pihaknya berharap ada investor yang bisa membantu.
Kehadiran BUMKN di PLBN Sota diharapankan bisa menjadi pemecahan masalah yang terjadi karena sebelumnya dari pihak Bank Indonesia melakukan sidak dan memberikan larangan transaksi menggunakan barter oleh karena itu dengan diberikan penertiban terkait penukaran agar perekonomian bisa meningkat.
Kata Ahmad untuk penukaran, dijual Rp3.400 per satu kina (mata uang PNG). Harga tersebut memang berbada jauh dengan internasional karena penggunaan modal awal menggunakan dana dari desa.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Gairah perekonomian dari penggunaan rupiah di perbatasan Merauke