Sentani (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI Perwakilan Papua mengharapkan nilai-nilai kebebasan, keadilan dan kesetaraan perlu ditingkatkan di daerah ini.
Hal ini dikemukakan Komnas HAM RI Perwakilan Papua pada peringatan hari HAM sedunia ke-76 tahun 2024.
Kepala Komnas HAM RI Perwakilan Papua Frits B Ramandey di Jayapura, Selasa mengatakan isu kebebasan terutama kebebasan berekspresi dan menyampaikan pendapat di muka umum masih menjadi soal yang terus dipertanyakan.
“Negara melalui aparatnya kerap kali membungkam ruang kebebasan bagi warga untuk menyampaikan aspirasi,” katanya.
Menurut Frits, isu kesetaraan dan keadilan pun dirasa belum maksimal.
Pemberlakuan otonomi khusus (Otsus) dan penambahan daerah otonomi baru (DOB) belum memberikan dampak berarti bagi warga negara terutama orang asli Papua (OAP).
“Misalnya akses warga untuk memperoleh layanan kesehatan, pendidikan dan akses layanan sosial lainnya masih jauh dari harapan,” ujarnya.
Dia menjelaskan dalam kaitan pada sektor agraria, kehadiran investor termasuk pembangunan proyek strategis (PSN) di beberapa daerah di Papua dikhawatirkan akan terus menimbulkan konflik dengan masyarakat adat setempat.
“Di sisi lain konflik dan kekerasan masih terus berulang terutama di sejumlah daerah rawan konflik, setiap kekerasan kerap menimbulkan korban baik di pihak aparat, kelompok sipil bersenjata maupun warga sipil,” katanya.
Dia menambahkan secara umum situasi kekerasan pada 2024 terutama kekerasan bersenjata, masih berulang seperti tahun-tahun sebelumnya.
Tren eskalasi, kata dia, kekerasan di tanah Papua masih terus berlanjut dan cenderung meningkat.
“1 Januari hingga 9 Desember 2024, kami mencatat sebanyak 85 kasus kekerasan yang terjadi di berbagai wilayah di tanah Papua,” ujarnya.
Dari 85 kasus kekerasan, ujar dia, didominasi oleh peristiwa kontak senjata dan penembakan (serangan tunggal) sebanyak 55 kasus, penganiayaan sebanyak 14 kasus dan pengrusakan sebanyak 10, kerusuhan sebanyak enam kasus dimana peristiwa bisa menimbulkan lebih dari satu tindakan kekerasan.
“Dari kasus itu, Kabupaten Puncak Provinsi Papua Tengah menjadi daerah dengan jumlah kasus tertinggi yaitu 13 kasus, disusul Intan Jaya 11 kasus, Yahukimo dan Paniai masing-masing 10 kasus, Puncak Jaya sembilan kasus, Pegunungan Bintang tujuh kasus, Nabire lima kasus, Jayawijaya, Dogiyai, Mimika dan Keerom masing-masing tiga kasus, Nduga, Maybrat masing-masing dua kasus, Lanny Jaya, Mamberamo Tengah, Manokwari, Kota Jayapura satu kasus,” katanya.
Data Komnas HAM RI Perwakilan Papua dari jumlah kasus kekerasan itu tercatat sebanyak 114 orang menjadi korban yaitu 71 orang meninggal dunia, 43 orang luka-luka.
Jumlah korban tersebut terdiri dari 68 orang warga sipil (40 orang meninggal dunia dan 28 orang luka-luka), 26 orang aparat keamanan (15 orang meninggal dunia dan 11 orang luka-luka), 19 orang TPNPB-OPM (15 orang meninggal dunia dan empat orang luka-luka) serta satu warga negara asing meninggal dunia.