Timika (Antara Papua) - Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, menyarankan Manajemen PT Freeport Indonesia dan Pimpinan Unit Kerja (PUK) SPSI perusahaan itu segera melakukan komunikasi untuk mencegah aksi mogok ribuan pekerja, yang diagendakan 20 Desember hingga 20 Januari 2015.
Kepala Disnakertrans Mimika Dionisius Mameyao kepada Antara di Timika, Selasa, mengatakan jajarannya telah menerima surat pemberitahuan rencana mogok selama satu bulan pekerja PT Freeport Indonesia, PT Kuala Pelabuhan Indonesia dan PT Puncak Jaya Power terhitung 20 Desember 2014-20 Januari 2015.
Surat pemberitahuan rencana mogok itu diajukan oleh Komunitas Pekerja Papua SP-KEP SPSI Kabupaten Mimika.
"Kami mengimbau Manajemen PT Freeport Indonesia dan PUK SPSI segera mengambil alih masalah ini lalu masuk dalam perundingan internal. Manajemen Freeport harus merangkul semua pihak untuk melakukan komunikasi," kata Dionisius.
Ia mengingatkan semua pihak agar berfikir jernih menyelesaikan semua kemelut yang terjadi di lingkungan PT Freeport akhir-akhir ini. Apalagi saat ini sudah memasuki pekan Natal sehingga diharapkan semua persoalan tersebut tidak sampai mengganggu kenyamanan pekerja dan keluarganya untuk merayakan Natal dalam suasana yang penuh sukacita.
"Perlu ada sebuah komunikasi yang baik sehingga ada sebuah kesepakatan-kesepakatan yang bisa diterima oleh masing-masing pihak. Kalau semua pihak bertahan pada prinsip masing-masing, sampai kapan masalah ini bisa selesai," imbau Dionisius.
Dionisius juga menyarankan kepada Komunitas Pekerja Papua SP-KEP SPSI agar menyalurkan aspirasi mereka kepada PUK SPSI Freeport, PUK SPSI KPI dan PUK SPSI PJP sebagai saluran resmi memperjuangkan masalah hubungan industrial dengan pihak manajemen ketiga perusahaan.
"Komunitas-komunitas itu hanya bersifat spontanitas untuk menyampaikan aspirasi pekerja. Sarana yang resmi dan sah diakui UU Ketenagakerjaan yaitu PUK SPSI ketiga perusahaan. Saya minta PUK SPSI ketiga perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap masalah ini. Tidak bisa lepas tangan begitu saja. Mereka harus ambil alih aspirasi pekerja untuk dibicarakan secara baik dengan manajemen ketiga perusahaan," ujar Dionisius.
Kepada pihak manajemen PT Freeport Indonesia, Dionisius meminta agar tidak membuat kebijakan yang dapat membingungkan semua pekerja.
Menurut dia, permasalahan yang terjadi di Freeport akhir-akhir ini sebetulnya bisa diselesaikan jika hanya membicarakan kepentingan pihak pekerja, bukan kepentingan pihak-pihak lain.
"Kalau ada kepentingan pihak-pihak lain yang diperjuangkan, saya yakin masalah ini tidak akan pernah selesai. Semua pihak jangan terpancing. Mari kita berfikir untuk nasib keluarga anak, isteri dan keluarga pekerja. Kalau mengikuti keinginan orang lain, yang menanggung kerugian yaitu pekerja sendiri. Kalau ada masalah, silahkan diselesaikan menurut aturan ketenagakerjaan," ujar Dionisius.
Ada tiga tuntutan utama yang menjadi dasar rencana mogok ribuan pekerja PT Freeport, dan kedua perusahaan kontraktornya yang digagas oleh Komunitas Pekerja Papua SP-KEP SPSI Kabupaten Mimika yaitu meminta manajemen membayar gaji sejak Oktober-Desember dan Tunjangan Hari Raya (THR) Natal 45 orang pengurus PUK SP-KEP SPSI.
Ketiga perusahaan termasuk pekerja yang terlibat dalam aksi mogok spontanitas pada 3 Oktober 2014 di Mil 72, Tembagapura.
Pekerja juga menuntut agar seluruh pekerja PT Freeport Indonesia dan perusahaan kontraktor serta privatisasinya yang beberapa waktu lalu melaksanakan aksi mogok spontanitas tersebut dipekerjakan kembali tanpa dijatuhi sanksi apapun.
Selain itu, pekerja menuntut manajemen PT Freeport Indonesia, PT KPI, dan PT PJP agar melaksanakan komitmen atau kesepakatan "New Era" yang ditandatangani di Jakarta beberapa waktu lalu. (*)
Disnakertrans Mimika sarankan manajemen Freeport dan SPSI lakukan komunikasi
"Kami mengimbau Manajemen PT Freeport Indonesia dan PUK SPSI segera mengambil alih masalah ini lalu masuk dalam perundingan internal. Manajemen Freeport harus merangkul semua pihak untuk melakukan komunikasi," kata Dionisius.