Jayapura (Antara Papua) - Pimpinan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Papua menyatakan Rencana Pengelolaan Perikanan (RPP) Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) 718 akan mengedepankan asas keberlanjutan dan keberpihakan terhadap nelayan lokal.
"Rencana pengelolaan tersebut akan diaplikasikan di perairan Laut Arafura, Laut Aru dan Laut Timor bagian Timur atau lebih tepatnya di 718, maka dari itu konsep baru ini disebut RPP WPP NRI 718," ujar Kepala DKP papua FX. Mote, di Jayapura, Rabu.
Ia menyarankan model kegiatan perlindungan sumber daya ikan di WPP 718 harus berbasis masyarakat, khususnya di wilayah perairan 0-4 mil yang masih banyak ditumbuhi hutan mangrove.
"Manggrove sebagai daerah tempat bertelur ikan (spawning ground) ini perlu kita jaga bersama, karena kalau manggrove ini mengalami ekplotasi yang berlebihan maka saya jamin ikan-ikan yang ada di 718 akan menghilang," kata dia.
Mote menekankan perlu adanya kerja sama yang baik antara KKP dengan pemerintah Provinsi Papua, Papua Barat dan Maluku agar pengelolaan WPP-NRI 718 dapat memberikan manfaat bagi masyarakat di tiga provinsi tersebut.
Menurutnya moratorium oleh KKP sangat memberi dampak positif, sebab sudah cukup lama potensi laut selatan Papua dikuras oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Oleh karenanya, Mote menilai kedepan potensi ini dapat dikaji ulang dan dilindungi dengan regulasi yang berpihak kepada nelayan Papua yang memiliki Otonomi Khusus sehingga dapat menambah PAD di sektor perikanan.
Sementara Kepala Seksi Pengelolaan Sumber Daya Ikan dan Pengendalian Penangkapan Ikan Agus Rahmawan mengungkapkan kini KKP tengah memberi perhatian lebih kepada Papua melalui program Pembangunan Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (PSKPT).
Menurutnya program program tersebut akan memperkuat peran masyarakat nelayan dan pemangku kepentingan lokal dimana skenario pelaku utama program ini adalah nelayan.
"Jadi ada 15 lokasi PSKPT ini yang dipilih oleh KKP, diantaranya empat Kabupaten berada di Papua, yaitu, Merauke, Timika, Biak dan Sarmi," kata Agus. (*)