Ambisi untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia terus diupayakan oleh pemerintahan Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Dari aspek regulasi, pemerintah antara lain telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 16/2017 yang bermanfaat sebagai acuan untuk menyusun program dan kebijakan di bidang kemaritiman.
Dokumen tersebut juga dinilai sebagai instrumen yang dapat menyinergikan gerak dan langkah seluruh pemangku kepentingan dalam mencapai cita-cita Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Konsep poros maritim dunia itu, berdasarkan data dari pemerintah, meliputi lima pilar, antara lain membangun budaya maritim Indonesia, serta menjaga sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama.
Pilar lainnya memberi prioritas pada pengembangan infrastruktur dan konektivitas maritim, serta memperkuat diplomasi maritim dengan kerja sama di bidang kelautan, menghilangkan sumber konflik di laut seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut.
Pilar terakhir membangun kekuatan pertahanan maritim untuk menjaga kedaulatan dan kekayaan maritim serta bentuk tanggung jawab dalam menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.
Dari sisi realisasi program, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Ridwan Djamaluddin pada sejumlah kesempatan menyatakan bahwa program tol laut telah berhasil mengurangi disparitas harga di Indonesia timur.
Ridwan Djamaluddin juga menegaskan pentingnya menyamakan visi antara pusat dan daerah dalam merumuskan program kerja serta kebijakan di bidang kemaritiman.
Selaras dengan Ridwan, data Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia juga menunjukkan bahwa biaya logistik Indonesia pada saat ini menunjukkan penurunan dari 25,7 persen dari Produksi Domestik Bruto (PDB) pada 2013 menjadi 22,1 persen PDB pada 2018.
Terkait dengan program tol laut, Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo) Moh Abdi Suhufan berpendapat bahwa pemerintah perlu menyoroti aspek muatan dalam komoditas yang dikirim melalui tol laut agar dapat mewujudkan program tersebut lebih efektif.
Pemerintah dinilai perlu memperhatikan aspek komoditas muatan angkutan laut untuk menunjang keseimbangan hilirisasi logistik yang efektif melalui laut.
Apalagi, Abdi mengingatkan bahwa operasional tol laut telah menghabiskan anggaran subsidi negara hingga Rp335 miliar pada 2017 dan diperkirakan Rp447 miliar pada 2018.
Untuk itu, ujar dia, program tersebut juga dinilai harus mampu mewujudkan konektivitas nasional yang efektif dan efisien.
Ia memaparkan kendala seperti muatan kapal balik dari wilayah Indonesia timur dengan tingkat keterisian muatan kapal hanya 30-50 persen saja perlu diatasi dan dikurangi untuk mewujudkan implementasi program tol laut dan konektivitas ekonomi nasional.
Untuk industri perikanan, Abdi mengingatkan bahwa pemerintah telah mengeluarkan Perpres Nomor 3/2017 tentang Rencana Aksi Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional.
Peneliti Destructive Fishing Watch, Subhan Usman, mengatakan jika dihubungkan dengan Nawacita Presiden Jokowi, Perpres Nomor 3/2017 mempunyai semangat untuk membangun industri perikanan di daerah pinggiran dan mengurangi disparitas infrastruktur perikanan Jawa dan luar Jawa.
Cara mewujudkan hal tersebut dengan memprioritaskan pembangunan infrastruktur perikanan luar Jawa, memperkuat kelembagaan nelayan, melengkapi regulasi pengelolaan perikanan, dan melancarkan transportasi perhubungan.
Mendukung
Terkait dengan upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo dalam Seminar "Mewujudkan Cita-Cita Poros Maritim Dunia" di Jakarta, 12 April 2018, mengingatkan semua pihak harus mendukung penuh cita-cita tersebut.
Bila terwujud, Indonesia juga akan dapat menjadi negara maritim yang maju, kuat, mandiri, serta berperan dalam menjaga perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan amanat UUD 1945.
Ia optimistis bahwa Indonesia ditakdirkan menjadi negara maritim yang kuat, antara lain karena dua pertiga wilayah Indonesia terdiri atas lautan serta memiliki potensi sumber daya laut yang sangat kaya.
Contoh kekayaan sumber daya laut yang melimpah itu, antara lain cadangan minyak dan gas yang besar, potensi kekayaan ikan yang luar biasa, serta pariwisata laut yang mempesona.
Bahkan, ombak dan gelombang di kawasan perairan nasional juga dapat dijadikan sumber energi listrik yang sangat potensial.
Untuk itu, Bambang mengingatkan bahwa kekayaan sumber daya laut yang besar itu harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.
Menurut dia, DPR RI bakal mendukung penuh agar pembangunan di bidang kelautan dan kemaritiman Nusantara dapat sepenuhnya terwujud.
Dengan kata lain, DPR tidak perlu lagi diragukan komitmennya untuk memberikan dukungan penuh dalam rangka mewujudkan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai poros maritim dunia.
Ia juga mengajak seluruh elemen bangsa agar bisa membantu merealisasikan ambisi besar tersebut, karena hal itu juga dinilai merupakan tanggung jawab seluruh rakyat di Tanah Air.
Ketua DPR juga menekankan pentingnya menciptakan inovasi dan terobosan dalam rangka mempercepat pembangunan infrastruktur, pengembangan sumber daya manusia, serta teknologi di bidang kelautan.
Teknologi kemaritiman harus diperkuat dengan pengembangan riset dan aspek pendidikan di bidang kelautan nasional.
Ia juga mengutarakan rasa syukurnya karena Indonesia saat ini memiliki Presiden Jokowi yang dinilai memiliki visi besar di bidang kemaritiman.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyatakan beragam inovasi riset kelautan dan perikanan yang dilakukan peneliti nasional dapat mendorong kejayaan Indonesia sebagai poros maritim dunia dan membantu nelayan Nusantara.
Ia mengajak para peneliti melakukan inovasi riset yang bisa membantu nelayan meningkatkan taraf hidupnya, inovasi yang memberi solusi-solusi terbaik dalam bidang budi daya, inovasi yang mampu menjaga keanekaragaman hayati kelautan perikanan, dan inovasi yang mendorong serta mendukung kemandirian dan kedaulatan negara.
Menteri Susi juga menginginkan agar iptek ditempatkan pada bagian integral seluruh kegiatan pelayanan masyarakat dan wujud pengabdian kepada bangsa dan negara, baik melalui penyusunan kebijakan dan regulasi, maupun implementasi kelautan dan perikanan.
Diharapkan, iptek dapat menjadi bagian dari kemajuan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Masyarakat Maritim
Sejumlah pihak seperti pakar hukum kelautan internasional, Hashim Djalal, mengingatkan bahwa visi poros maritim dunia yang dicanangkan Presiden akan memberikan Indonesia kesempatan untuk menjadi masyarakat maritim yang mendapatkan kemakmuran dari lautan.
Mantan Dubes RI untuk AS Dino Patti Djalal mengingatkan pentingnya membangun budaya maritim agar gagasan tersebut dapat berkelanjutan hingga jangka panjang.
Selaras dengan pemikiran tersebut, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kementerian Kelautan dan Perikanan Sjarief Widjaja menginginkan agar Republik Indonesia kembali membangun budaya maritim nasional.
Hal itu, karena poros maritim dunia dapat diwujudkan melalui pembangunan kembali budaya maritim Indonesia.
Menurut Sjarief, hal tersebut dapat dilakukan, antara lain dengan menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan laut dengan menempatkan nelayan pada pilar utama.
Ia menginginkan adanya prioritas pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, pelabuhan laut dalam, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim.
Selain itu, diwujudkan pula dengan menerapkan diplomasi maritim, melalui usulan peningkatan kerja sama di bidang maritim serta upaya menangani sumber konflik dan membangun kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.
Peneliti Destructive Fishing Watch Subhan Usman mengatakan pemerintah perlu memperkuat koordinasi guna mewujudkan visi poros maritim dunia yang selama ini telah digaungkan oleh pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Subhan Usman menilai bahwa koordinasi program yang sangat lemah ini harus segera diatasi oleh Menko Maritim agar pembangunan industri perikanan, khususnya di daerah-daerah pinggiran, dapat segera direalisasikan.
Hingga kini energi pemerintah dinilai banyak tersita pada penyelesaian cantrang serta adanya faktor penghambat lainnya, yaitu lemahnya koordinasi dan keterpaduan antarsektor.
Ia berpendapat bahwa hal tersebut terjadi karena tidak ada kepememimpinan yang kuat untuk mengambil tanggung jawab oleh kementerian untuk menjalankan Perpres Nomor 3/2017 terkait dengan percepatan industri perikanan di Tanah Air.
Untuk itu, ujar dia, perlu dibentuk satgas industrialisasi perikanan untuk akselerasi dan mengurai "bottleneck" program.
Dalam perpres tersebut tercatat lima program dan 28 kegiatan yang harus dilakukan secara strategis dan intensif oleh berbagai kementerian.
Beberapa amanat Perpres Nomor 3/2017 yang saat ini pelaksanaannya sangat lamban, lanjutnya, pembangunan 4.787 kapal ikan di bawah 30 gross tonnage (GT) oleh pemerintah dan 12.536 kapal ikan di atas 30 GT oleh swasta, serta pembangunan sistem rantai dingin di 31 lokasi Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu (SKPT).
Subhan juga menyoroti terkait dengan rencana penambahan jumlah pelabuhan ekspor hasil perikanan melalui penetapan bandara dan pelabuhan laut untuk ekspor di 20 lokasi SKPT serta 3.000 UKM perikanan yang berbadan hukum koperasi, yang dinilai masih mengalami keterlambatan dalam pembangunan infrastruktur.
Untuk itu, ia menyarankan Menteri Koordinator Maritim Luhut Binsar Pandjaitan agar mengoordinasikan pelaksanaan Inpres Nomor 3/2017 sehingga dalam sisa waktu pemerintahan Jokowi-JK, pelaksanaan industrialisasi perikanan lebih kelihatan hasilnya. (*)