Aksi kekerasan yang dilakukan oleh kelompok kriminal bersenjata (KKB) telah merengggut paksa nyawa belasan pekerja PT Istaka Karya yang sedang membangun jalan TransPapua pada awal Desember di Distrik Yigi, Kabupaten Nduga sangat memilukan hati semua pihak.
Kabar itupun sontak menjadi perbincangan hangat diberbagai tempat dan ruang. Bahkan jadi debat kusir yang tak jelas arahnya.
Tak ketingalan di sejumlah media sosial ramai jadi perdebatan tanpa ada solusi yang bisa mendamaikan dan menyenangkan hati dan jiwa, baik untuk keluarga korban yang ditinggalkan dan warga di Yigi, Yall dan Mbua, Kabupaten Nduga.
Hingga kini, dari 28 pekerja PT Istaka Karya, 17 jenazah telah berhasil dievakuasi dan dipulangkan ke kampung halaman masing-masing, empat pekerja lainnya hingga kini belum ditemukan, sementara sisanya telah kembali bersama keluarga dalam keadaan hidup, namun sudah pasti trauma melanda.
Selain mengorbankan para pekerja, sebanyak lima aparat keamanan TNI dan Polri dikabarkan juga menjadi korban kekejaman KKB yang belakangan diketahui pimpinan Egianus Kogoya dengan puluhan pengikutnya.
Sertu Anumerta Handoko, personil TNI yang bertugas di Pos Mbua, Distrik Mbua, Kabupaten Nduga menjadi korban selanjutnya. Setelah Pos-nya yang terletak tak jauh dari Gereja Kingmi Jemaat Imanuel Mbua diserang dengan tembakan senjata, lemparan batu, anak panah dan bom molotov dari pagi hingga malam pada 2 Desember 2018.
Salah satu rekannya juga dikabarkan luka-luka akibat kena tembak dari kelompok yang dengan tegas ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sementara tiga anggota TNI dan Polri lainnya, dikabarkan kena luka tembak berat dan ringan ketika akan melaksanakan evakuasi jenazah para pekerja jalan TransPapua. Mereka dikabarkan dalam perawatan intensif petugas kesehatan.
Dalam proses evakuasi serta pengejaran oleh TNI dan Polri terhadap KKB, juga beredar kabar bahwa ada tiga hingga empat warga setempat yang tewas karena luka tembak.
Permintaan Tarik Pasukan
Tewasnya sejumlah warga itu, akhirnya mendapat beragama tanggapan dan tudingan yang menyudutkan institusi negara. Tudingan miring itu arahnya jelas, dialamatkan kepada TNI dan Polri yang mencoba mengejar KKB yang melarikan diri kehutan.
Gubernur Papua Lukas Enembe bersama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Yunus Wonda dan anggotanya usai sidang paripurna ke V di gedung DPRP yang terletak di pusat Kota Jayapura mengeluarkan pernyataan agar personel TNI dan Polri segera ditarik dari Kabupaten Nduga mengingat perayaan Natal sudah dekat.
Ketua partai berlambang bintang mercy itu juga mengemukakan akan membentuk tim independen guna megirimkan bahan makanan dan mengecek situasi serta kondisi di Kabupaten Nduga, karena warganya dikabarkan telah mengungsi kehutan akibat pengejaran KKB oleh tim gabungan TNI dan Polri.
"Saya sebagai gubernur Papua meminta kepada Presiden Jokowi untuk menarik semua pasukan yang ada di Nduga, karena masyarakat mau merayakan Natal," katanya usai ikuti rapat Paripurna V di Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP), di Kota Jayapura, Kamis (20/12).
Secara terpisah, Ketua DPRP Yunus Wonda mengemukakan bahwa tim independen tidak melibatkan aparat keamanan, dengan harapan hasil yang didapatkan bisa lebih maksimal.
"Aparat tidak terlibat dalam tim ini. Tim independen ini akan bekerja untuk ungkap semua peristiwa yang terjadi di Nduga. Terutama mengajak warga yang lari ke hutan agar kembali ke rumahnya masing-masing," tuturnya.
TNI/Polri Alat Negara
Pernyataan keras dan menyinggung itupun langsung mendapat reaksi dari Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol AM Kamal.
Mantan Kapolres Halmahera Selatan itu menegaskan keberadaan aparat keamanan Polri dan TNI adalah sebagai alat negara untuk melindungi rakyatnya agar situasi aman, tenteram dan tetap kondusif.
"Saya tegaskan bahwa keberadaan TNI dan Polri itu sebagai alat negara. Wajib negara untuk melindungi masyarakat agar situasi aman, tentram dan tetap kondusif," katanya.
Menurut dia, aparat Polri dan TNI hadir untuk rakyat karena kedua institusi tersebut lahir dari rakyat. "TNI dan Polri hadir untuk rakyat karena TNI dan Polri dari rakyat. Kami minta kepada seluruh pemangku kepentingan di Papua untuk bersama-sama ciptakan situasi yang sejuk untuk saling bangun komunikasi bukan orasi politik," ujar Kamal.
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Kolonel Inf M Aidi pun tak tinggal diam. Mantan Dandim 1702/Jayawijaya itu menilai pernyataan atau seruan tersebut menunjukkan bahwa Gubernur Lukas Enembe dan Ketua DRPP Yunus Wonda serta para pihak tidak memahami tugas pokok dan fungsinya (tupoksi) sebagai pemimpin, pejabat dan wakil rakyat.
Menurut dia, seorang gubernur adalah wakil dan perpanjangan tangan dari pemerintah pusat di daerah. Gubernur berkewajiban menjamin segala program nasional harus sukses dan berjalan dengan lancar di wilayahnya. Bukan sebaliknya malah gubernur bersikap menentang kebijakan nasional.
"Kehadiran TNI dan Polri di Nduga termasuk di daerah lain di seluruh wilayah NKRI adalah untuk mengemban tugas negara guna melindungi segenap rakyat dan seluruh tumpah darah Indonesia. Kok, gubernur dan ketua DPRP malah melarang kami bertugas, sedangkan para gerombolan separatis yang nyata-nyata telah melakukan pelanggaran hukum dengan membantai rakyat, mengangkat senjata untuk melawan kedaulatan negara malah didukung dan dilindungi," katanya.
Hingga kini, lanjut dia, masih ada empat orang korban pembantaian KKSB yang belum diketahui nasibnya dan entah dimana rimbanya.
"Gubernur adalah ketua Forkopimda di daerah dengan anggotanya meliputi Pangdam, Kapolda, Ketua Pengadilan dan Kepala Kejaksaan. Sehasnya melaksanakan rapat Forkopimda untuk bersama-sama membahas tentang upaya menumpas gerakan separatis di wilayahnya. Bukan membuat pertanyataan yang seakan-akan mejadi juru bicara gerombolan separatis dan menyudutkan peranan TNI-Polri dalam penegakan hukum," kata Aidi.
Natal bersama TNI/Polri
Diinisiasi oleh Danrem 172/PWY Kolonel Inf J Binsar P Sianipar, didampingi Dandim 1702/Jayawijaya Letkol Inf Chandra Dianto, Danyon 756/WMS Mayor Inf Arif Budi Situmeang yang dihadiri oleh Kaden Gegana Sat Brimob Polda Papua AKBP Moerjatmo Edy dan pegiat HAM Papua Matius Murib.
Dilaksanakanlah ibadah penyambutan perayaan Natal pada Senin (24/12) pagi hingga siang yang dipusatkan di Gereja Kemah Injil Kingmi jemaat Imanuel, Klasis Mbua, Kampung Mbua, Distrik Mbua, Kabupaten Nduga.
Puluhan hingga seratusan warga Kampung Mbua dan sejumlah kampung yang ada di Distrik Mbua, baik tua, muda hingga anak kecil nampak hadir dalam ibadah tersebut.
Namun sebelum pelaksanaan ibadah penyambutan Natal, Pendeta Nataniel Tabuni, yang mengklaim diri sebagai koordinator Gereja Kingmi wilayah Mbua, Kabupaten Nduga didampingi sejumlah tokoh adat, agama, pemuda dan para kepala kampung setempat menggelar ritual adat panah babi sebagai tanda perdamaian dari aksi kekerasan.
"Ini sebagai tanda bentuk perdamaian, tidak bada lagi pertumpahan darah di sini, di Nduga. Pembangunan harus terus berjalan, tidak boleh terhenti," kata Nataniel Tabuni.
Dia berharap, apa yang sedang digaungkan dan dilaksanakan Pemerintahan Joko Widodo untuk membuka akses jalan dari keterisolasian wilayanya itu adalah bagian dari pemerataan pembangunan hingga ke Nduga, Papua.
Oleh karena itu, diperlukan kesepahaman dari semua pihak agar pembangunan yang dimaksud bisa segera terealisasi, dengan harapan warga di berbagai kampung dan distrik di Kabupaten Nduga bisa merasakan keadilan yang sama dengan daerah lainnya di Papua dan pada umumnya di Indonesia.
"Kita harus berdamai dengan saudara-saudara TNI dan Polri dan dengan pihak seberang (TPN/OPM). Ini bulan damai, saya sebagai koordinator agama mengimbau tidak boleh menghambat pembangunan (jalan transPapua,red)," katanya.
Pada momentum itu, Kolonel Inf J Binsar P Sianipar dibantu personil TNI dan Polri yang bertugas di Mbua bahkan ada yang menyamar jadi Sinterklas, membagikan bingkisan Natal berupa topi sinterklas dan makanan ringan kepada warga jemaat yang hadir dari balik bukit dan lembah di Kabupaten Nduga.
"Kami, TNI dan Polri ingin berbagi pada momentum Natal ini dengan warga dan jemaat di Mbua, Kabupaten Nduga," kata Danrem.
Menurut dia, damai Natal harus dirasakan semua warga dan jemaat, sehingga TNI dan Polri ingin membagikan dan merasakan Natal bersama warga dan jemaat di Mbua.
"Tuhan Yesus datang kepada kita bukan hanya untuk orang Israel, tetapi kepada semua suku bangsa di muka bumi. Kami datang disini, ingin menyapa dan merasakan suasana Natal bersama warga disini. Dan anak-anak juga bisa merasakan Natal," katanya.
Aksi kekerasan di Yigi, Yall dan Mbua, Kabupaten Nduga diperlukan sinergitas antarinstansi dan lembaga baik swasta maupun pemerintah sehingga pembangunan yang ingin dirasakan bisa berdampak bagi kemajuan warga Nduga dan Papua pada umumnya.
Semoga, perayaan Natal tahun ini yang mengusung tema 'Yesus Kristus Hikmat Bagi Kita' membawa pesan damai bagi para pemangku kepentingan untuk segera mengambil kebijakan dan keputusan yang elegan dalam menyelesaikan aksi kekerasan di Nduga.