Jayapura (ANTARA) - Berbekal modal kepercayaan kepada Tuhan, dokter muda Isabella Apriyani Ona Tapilatu ini bersedia menjadi relawan membantu melayani orang dalam pengawasan (ODP) yang hasil tes cepat kesehatannya reaktif dan dikarantina di Balai Diklat Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) di Kotaraja Kota Jayapura, Provinsi Papua untuk menunggu hasil tes usap.
Namanya, Isabella Apriyani Ona Tapelatu. Perempuan asal Ambon itu baru lulus sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih (Uncen) Jayapura pada 2017.
Kini masih menjalani pendidikan profesi dokter di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura. Masih tersisah satu stase/satu satun lagi penyelesaian pendidikan profesi dokter.
Awalnya, Isabella dihubungi oleh tantenya, Selia Awalaila, melalui telepon seluler untuk diminta menjadi relawan membantu penanganan ODP di Posko Balai Diklat (BPSDM) Kotaraja.
Tante keluarga dokter Isabella, menyampaikan butuh bantuan dokter untuk melakukan screening kepada ODP yang datang ke Diklat BPSDM Kotaraja.
"Pertama saya dihubungi oleh ibu Selia Awalaila, saya punya tante. Saat itu, beliau hanya menyampaikan butuh bantuan untuk menjadi dokter di Posko BPSDM, tetapi nanti dibagian screening,"katanya.
Sebelumnya, Bella begitu ia disapa, ingin bergabung sebagai relawan menangani pasien terpapar COVID-19, namun ibunya, Yakomina Marlisa, tak mengizinkan.
Namun, setelah Selia, tantenya menghubungi Bella, ibunya, merelakan anaknya menjadi relawan. Ibunda tercinta Bella berpesan kepada anaknya agar mengandalkan Tuhan dalam melayani, jaga diri dengan mengunakan alat pelindung diri (APD).
"Pesan mama, andalkan Tuhan dalam melayani, jaga diri dengan semua APD sebelum bekerja, paling utama itu doa," ujar anak keempat dari tiga bersaudara ini.
Secara manusia ada keraguan dalam hati Bella untuk pergi atau tidak. Bella tak tega meninggalkan ibunya sendiri karena ayahnya sudah dipanggil sang pencipta. Tetapi hati kecil berkata lain "kalau ini Tuhan punya mau" berarti semuanya akan berjalan dengan baik.
Sejak awal dihubungi tak ada penjelasan, sehingga Bella buta, sebenarnya pekerjaan apa yang harus dikerjakan di posko di Diklat BPSDM Kotaraja, bekerja dengan siapa-siapa saja.
Tetapi berkat pertolongan Tuhan, bisa diterima di Posko dengan baik, dan bekerja sama dengan tim baik dari tim Kesehatan (Kesdam XVII/Cenderawasih), tim dari Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP) maupun tim dari Dinas Kesehatan Provinsi Papua.
Sejak pertama terlibat, Posko BPSDM Kotaraja juga baru membuka pelayanan, sehingga Bella membantu tim membuat sistem pelayanan, bagaimana alur masuk ODP, bagaimana penerimaan ODP sampai pada mereka masuk karantina sambil menunggu hasil uji usap. Setelah itu, Bella mengajak lima temannya bergabung untuk melayani para ODP.
"Memang hal baru buat saya dan teman-teman, karena latar belakang kami sebagai dokter muda, biasanya harus menunggu bimbingan dari supervisi kami biasanya dokter spesialis yang membimbing dan mengarahkan," katanya.
Pelayanan
Tetapi karena pelayanan kemanusiaan, maka dengan keterbatasan yang ada padanya bersama lima rekannya yang juga diajak terlbat, berupaya bersama tim semaksimal mungkin dengan bekal pengalaman di rumah sakit yang diterapkan untuk melayani para ODP yang datang ke posko.
Sejak awal menerima ODP yang datang, ada rasa was-was, lantaran mereka yang datang ini tanpa gejala namun reaktif setelah menjalani tes cepat kesehatan. Tetapi lama-kelamaan dijalani dengan hati yang tulus dan ikhlas serta penyertaan Tuhan, jadi terbiasa.
Setiap ODP yang datang ke Posko, karakternya berbeda. Ada yang mudah diajak menceritakan soal riwayat penyakitnya, ada juga yang ketika dimintai keterangan terkait penyakit yang dialami, agak susah, tidak mau mengaku. Bahkan ada juga yang seolah-olah menutup diri, enggan memberikan informasi.
"Yang paling susah itu kalau mau gali tentang mereka punya riwayat penyakit, karena beberapa penyakit, ada keterkaitannya sebagai pengorbit dalam COVID-19. Hal-hal itu yang mungkin membuat mereka takut kalau kita tanya riwayat penyakit mereka," ujarnya.
Banyak yang ketakutan ketika ditanya soal riwayat penyakitnya,sehingga mengaku tidak ada riwayat penyakit.Ada juga yang sempat marah bahkan menyampaikan bahwa tidak ada rasa sakit, tidak ada keluhan, jadi tidak perlu diisolasi.Riwayat penyakit harus disampaikan karena menolong dalam penanganan.
Tipikal ODP yang sulit membuka diri menyampaikan riwayat penyakit ini butuh pendekatan dari para dokter muda untuk bisa meyakinkan mereka bahwa apa yang dilakukan itu sebenarnya untuk membantunya, terlebih untuk memutus mata rantai penularan COVID-19.
Sebagai manusia, Bella merasa jengkel, lantaran tak hanya menanyakan penyakit tetapi harus memberikan edukasi saat meminta keterangan terkait penyakit yang dialami. Proses edukasi yang selalu disampaikan adalah tempat ini bukan tempat untuk mendiskriminasi, membatasi, tetapi tempat sementara untuk beristirahat sambil menunggu hasil swab.
Karantina itu dilakukan dengan tujuan lebih baik, supaya mata rantai penyebaran COVID-19 ini bisa diputuskan. Berkat kesabaran, akhirnya sebagian besar ODP yang datang ke posko jujur menyampaikan keluhannya.
"Kalau mereka rasa bahwa mereka sehat tetapi belum pasti bisa saja hasil swabnya positif, bisa negatif jadi bisa mempunyai kemungkinan untuk menularkan kepada keluarga mereka. Saya dan teman-teman memberikan pemahaman itu akhirnya bisa menerima," ujarnya.
Rasa jengkel bercampur emosi harus dibuang jauh-jauh. Berkat kesabaran untuk menanyakan keluhan dan memberikan pemahaman akhirnya mengetahui penyakit bawaan yang dialami ODP.
Rata-Rata riwayat penyakit yang dialami ODP adalah hipertensi dan TB. Kebanyakan ODP yang datang sejak awal pembukaan posko ini rata-rata orang tua. Namun, belakangan ini malah yang datang didominasi pemuda berusia 25 tahun kebawah.
Meski persediaan APD di posko ini serba terbatas, tetapi pelayanan kepada mereka yang datang untuk minta dikarantina tetap berjalan dengan baik.
ODP yang datang dilayani dengan menggunakan APD yang ada. Alat medis yang dibutuhkan disini hanya yang standar saja, karena rata-rata yang dilayani disini tidak gawat, mereka yang datang itu sehat namun dari tes cepat kesehatan, reaktif sehingga harus diswab dan dikarantina untuk menunggu hasil uji usap.
"Kalau mau ikuti pedoman WHO, kalau ditempat screening itu harus pakai APD level dua, tetapi karena persediaan APD yang ada di posko hanya level satu dan level tiga, jadi untuk amannya kami tidak mungkin turun ke level satu, jadi kita harus ke level tiga," katanya.
Pelayanan di BPSDM sudah kurang lebih hampir sebulan, sudah baik tetapi masih terkendala di kendaraan operasional, baik itu mobil ambulans untuk merujuk pasien ke rumah sakit maupun mobil yang mengantar spesimen ke Labkesda Provinsi Papua. Kadang ketika mau mengantar spesimen, terhambat dan menunggu lama.
Semenjak perempuan kelahiran 1994 itu terlibat sebagai relawan, jarang pulang ke rumah karena tugas mulia itu tak bisa lama ditinggalkan. Dalam seminggu hanya tiga kali pulang ke rumahnya yang beralamat di dok VIII Jayapura.
Dinas Kesehatan Provinsi Papua menerapkan protap semi rumah sakit di diklat (BPSDM) Kotaraja, yang digunakan untuk menampung ODP yang reaktif setelah menjalani rapid test COVID-19
"BPSDM Kotaraja kami gunakan protap sebagaimana semi rumah sakit, mulai dari alur masuk, alur keluar sampai dengan makan, minum semua kami pakai protap semi rumah sakit," kata penanggung jawab dari Dinas Kesehatan untuk Posko BPSDM Kotaraja, Darwin Rumbiak.
Kedisiplinan di BPSDM semi militer. Ada tiga tim yang bertugas di BPSDM Kotaraja dibawah komando Dinas Kesehatan Provinsi Papua. Komando tertinggi Posko ini yaitu Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Provinsi Papua, kemudian yang memback up yaitu tim dari Kesdam dan Unit Percepatan Pembangunan Kesehatan Papua (UP2KP) dan tim dokter coas.
Koordinator lapangan di BPSDM Kotaraja adalah drg. Aloysius Giyai untuk memback up seluruh penampungan bahkan seluruh rumah sakit-rumah sakit. BPSDM Kotaraja digunakan untuk menampung ODP terkait COVID-19 di Kota Jayapura yang reaktif setelah menjalani pemeriksaan cepat corona.
ODP ini dikarantina sambil menunggu hasil swabnya, apabila negatif maka akan dipulangkan, jika positif maka akan dirujuk ke rumah sakit.
Awalnya, sebanyak 73 ODP dikarantina di BPSDM Kotaraja, namun sebagian besar sudah dipulangkan karena hasil uji usapnya negatif, lainnya terpaksa dirujuk ke rumah sakit karena hasil uji usap positif.
Hingga masih sekitar 12 ODP yang masih menjalani karantina di BPSDM Kotaraja sambil menunggu hasil pemeriksaan uji usap.
Berita Terkait
Puan ceritakan kisah Bung Karno jualan kain di Ende
Senin, 9 Mei 2022 2:38
Kisah anak pekerja migran Indonesia bikin Mendagri Malaysia ikut terharu
Minggu, 16 Januari 2022 15:46
Kisah anak Papua dan Sepeda Presiden Jokowi
Senin, 27 Desember 2021 10:39
Asro Kamal Rokan membagikan kisah perjalanan dari 32 negara di 5 benua
Minggu, 19 Desember 2021 14:54
Kisah dua pahlawan di masa kini, beri kesempatan kerja ratusan orang
Rabu, 10 November 2021 9:32
Sepenggal kisah prajurit TNI amankan PON XX Papua
Rabu, 6 Oktober 2021 5:46
Kisah di balik kue black forest legendaris dari Jakarta
Jumat, 3 September 2021 13:42
Kisah prajurit negara yang tertembak saat jaga keutuhan NKRI
Minggu, 29 Agustus 2021 15:25