Washington (ANTARA) - Gedung Putih, Sabtu (13/2), menyatakan "keprihatinan mendalam" tentang cara temuan laporan COVID-19 Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dikomunikasikan dan meminta China menyediakan data dari hari-hari paling awal wabah virus corona jenis baru itu.
Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Jake Sullivan mengatakan dalam pernyataan bahwa laporan itu harus independen dan bebas dari "perubahan oleh pemerintah China".
Ia menggemakan kekhawatiran yang diangkat oleh pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, yang juga menarik Amerika Serikat keluar dari WHO gara-gara masalah itu.
Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Jumat (12/2) mengatakan semua hipotesis masih terbuka tentang asal-usul COVID-19.
Ghebreyesus mengeluarkan pernyataan itu setelah Washington mengatakan ingin meninjau data dari misi yang dipimpin WHO ke China, tempat virus itu pertama kali muncul.
Sebuah misi yang dipimpin WHO, yang menghabiskan empat minggu di China untuk menyelidiki asal-usul wabah COVID-19, mengatakan minggu ini bahwa pihaknya tidak menyelidiki lebih jauh soal apakah virus itu lolos dari laboratorium, yang kemungkinan seperti itu dianggap sangat kecil.
Pemerintahan Trump mengatakan pihaknya mencurigai virus itu mungkin lepas dari laboratorium China. Kecurigaan itu dibantah keras oleh Beijing.
Sullivan mencatat bahwa Presiden AS Joe Biden dengan cepat membatalkan keputusan untuk menarik AS keluar dari WHO, tetapi mengatakan sangat penting bagi organisasi tersebut untuk melindungi kredibilitasnya.
"Melibatkan kembali WHO juga berarti mempertahankan standar tertinggi," kata Sullivan. "Kami memiliki keprihatinan mendalam tentang cara temuan awal penyelidikan COVID-19 dikomunikasikan dan pertanyaan tentang proses yang digunakan."
China menolak memberikan data mentah tentang kasus awal COVID-19 kepada tim yang dipimpin WHO yang menyelidiki asal-usul pandemi, menurut salah satu penyelidik tim. Sikap China itu berpotensi mempersulit upaya untuk memahami bagaimana wabah itu dimulai.
Tim telah meminta data pasien mentah pada 174 kasus yang telah diidentifikasi China dari fase awal wabah di Kota Wuhan pada Desember 2019, serta kasus-kasus lain, tetapi hanya diberikan ringkasan, kata Dominic Dwyer kepada Reuters.
Dwyer merupakan ahli penyakit menular dari Australia, yang merupakan anggota tim WHO.
"Laporan ini harus independen, temuan ahli harus bebas dari intervensi atau perubahan oleh pemerintah China," kata Sullivan.
"Untuk lebih memahami pandemi ini dan bersiap menghadapi pandemi berikutnya, China harus menyediakan datanya sejak hari-hari paling awal wabah," katanya.
Belum ada komentar dari Kedutaan Besar China di Washington ataupun WHO.
Ke depan, semua negara, termasuk China, harus berpartisipasi dalam proses yang transparan dan kuat untuk mencegah dan untuk menanggapi keadaan darurat kesehatan, kata Sullivan.
Sumber : Reuters
Berita Terkait
Wabah di Jilin meluas, kasus baru COVID-19 di China naik dua kali lipat
Selasa, 15 Maret 2022 13:55
Wabah di Xian picu rekor kasus baru COVID-19 China
Minggu, 26 Desember 2021 14:18
Lemhannas: Indonesia kejar ketertinggalan pendidikan selama wabah COVID-19
Selasa, 22 Desember 2020 13:34
Merancang pembelajaran tatap muka di tengah wabah
Sabtu, 5 Desember 2020 14:25
Masjidil Haram sambut kelompok jamaah umrah pertama di tengah wabah COVID-19
Minggu, 4 Oktober 2020 14:44
Dokter spesialis: Penderita jantung paling berisiko jika terpapar COVID-19
Minggu, 4 Oktober 2020 3:35
RRI Wamena edukasi petani tradisional ikut melawan wabah COVID-19
Rabu, 16 September 2020 5:00
Sejarawan Kresno: Wabah di Hindia Belanda mendorong nasionalisme pribumi
Sabtu, 1 Agustus 2020 17:46