Jakarta (ANTARA) - Orang Indonesia lebih suka menggunakan dompet digital sebagai metode pembayaran dibanding cara lain seperti kartu kredit dan debit, demikian menurut perusahaan penyedia teknologi Entrust merujuk pada laporan terkini bertajuk "The Great Payments Disruption".
"Tidak ada negara lain di dunia yang memiliki angka setinggi yang kami lihat di Indonesia sebesar 65 persen, dibandingkan dengan sembilan negara yang kami survei," kata Regional Vice President, Asia Pacific & Japan Entrust Angus McDougall dalam media briefing secara virtual, Selasa.
Laporan tersebut menyurvei 1.350 nasabah dari sembilan negara yang melakukan atau menerima pembayaran digital dalam 12 bulan terakhir. Selain Indonesia, negara-negara yang disurvei antara lain Amerika Serikat, Kanada, Inggris Raya, Jerman, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Singapura, dan Australia.
Ia berpendapat setidaknya terdapat dua alasan mengapa pengguna dompet digital tinggi di Indonesia. Pertama, menurutnya, orang Indonesia memiliki kecenderungan yang kuat untuk dapat menerima penggunaan platform digital. Kedua, pemerintah telah mendorong masyarakat untuk mengadaptasi penggunaan dompet digital.
"Terakhir kami menghitung ada sekitar 48 platform e-wallet yang berbeda di Indonesia. Dan ini menarik untuk didiskusikan, terutama mengenai kepopulerannya," ujar McDougall.
Jika data survei dilihat secara global, pengguna yang lebih menyukai menggunakan dompet digital untuk metode pembayaran hanya mencapai angka 22 persen atau menempati posisi dua terendah dibandingkan dengan metode lainnya.
Mayoritas responden dari kesembilan negara yang disurvei Entrust lebih memilih transaksi menggunakan kartu kredit/debit ber-chip sebesar 50 persen (Amerika Serikat dan Jerman).
Selain itu, para responden juga menyukai pembayaran dengan metode kredit/debit nirsentuh sebanyak 48 persen (Kanada, Inggris, Jerman, Uni Emirat Arab, Singapura, dan Australia).
Selain mengenai pembayaran digital, hasil survei Entrust juga menyoroti layanan perbankan agar menawarkan pengalaman omni-channel untuk tetap relevan dengan segmen generasi muda saat ini.
Adapun 80 persen responden dari Indonesia mengatakan mereka lebih suka melakukan aktivitas perbankan digital. Namun, Entrust juga menggarisbawahi pentingnya untuk tetap menyediakan berbagai pilihan layanan digital, mengingat 71 persen responden lebih menyukai aplikasi dari bank sementara 9 persen lainnya lebih suka menggunakan web browser di desktop.
Meski pelanggan menyukai transaksi secara digital, 83 persen responden Indonesia memiliki kekhawatiran mengenai potensi penipuan karena bank atau kredit karena layanan ini semakin digital.
McDougall mengatakan penelitian Entrust menunjukkan lebih dari dua pertiga responden pindah ke bank atau credit union lain setelah menerima peringatan mengenai terjadinya penipuan atau kebocoran privasi.
"Jelaslah bahwa lembaga keuangan harus memperkaya pengalaman digital dengan keamanan yang sudah terbukti, seperti solusi keamanan biometrik untuk meningkatkan kepercayaan dan loyalitas nasabah mereka," katanya.