Malang (ANTARA) - Dua mahasiswa Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya (FTP UB) Malang menyulap biomassa limbah pertanian menjadi bubur kertas (pulp) dan kertas dengan menggunakan alat Cellulose from Biomass Waste (C-BOMS).
Dengan menggunakan C-BOMS, kertas yang dihasilkan kedua mahasiswa FTP UB yang kreatif tersebut, yakni Sakinah Hilya dan Khodijah Adrebi, lebih berkualitas dan ramah lingkungan.
"Selama ini untuk membuat kertas, bahan baku utama yang digunakan adalah kayu hutan dan untuk memproduksi satu rim kertas dibutuhkan satu pohon berusia lima tahun," kata mahasiswa FTP UB tersebut, Khodijah Adrebi di Malang, Jawa Timur, Kamis.
Ia mengemukakan pada 2016 konsumsi kertas dunia mencapai 394 juta ton dan diperkirakan akan meningkat menjadi 490 juta ton pada tahun 2020. "Kami menggunakan limbah biomasa sebagai bahan baku kertas," kata Khodijah.
Sebab, lanjutnya, berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (2014) jumlah limbah biomassa, khususnya dari sektor pertanian dan perkebunan yang tidak didayagunakan mencapai 20 juta ton dalam setahun, padahal di dalamnya terkandung selulosa dengan kadar yang tinggi.
"Selulosa inilah yang menjadi suatu indikasi penting dalam produksi bubur kertas (pulp) dan kertas. Semakin tinggi kadar selulosa dalam pulp, akan menghasilkan kertas dengan kualitas yang lebih baik," ucapnya.
Khodijah memaparkan limbah biomassa dari sektor pertanian tersebut diolah menjadi pulp dan kertas dengan menggunakan C-BOMS. C-BOMS merupakan alat pembuat pulp dan kertas dengan menggunakan teknologi Pulsed Electric Field yang dirangkai dalam suatu rancang bangun alat bernama Cellulose from Biomass Waste (C-BOMS).
C-BOMS memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan metode yang banyak diterapkan di industri pulp dan kertas saat ini, yakni metode kimiawi. Kelebihan tersebut antara lain lebih ramah lingkungan, waktu proses jauh lebih singkat, dan tidak membutuhkan proses thermal yang dapat mendegradasi selulosa. Karena proses yang efektif dan efisien akan diperoleh dengan pemanfaatan teknologi yang tepat.
Menurut Khodijah, C-BOMS memadukan treatment fisik Pulsed Electric Field dengan memberikan kejut listrik yang akan meningkatkan permeabilitas membran dengan memperbesar pori-pori pada sel, dan juga treatment Natrium Hidroksida untuk mencapai seluruh bagian sel dan melarutkan lignin maupun zat pengotor lain.
Dengan demikian, katanya, akan terjadi proses yang dinamakan delignifikasi. Dari proses tesebut kandungan selulosa akan terpisah dari ikatan lignoselulosa dan lignin akan terlarut. Sehingga, kandungan selulosa akan meningkat.
"Hasil produk dari C-BOMS ini telah diuji menggunakan Scanning Electron Microscopy dan colorimetri. Harapan kami dengan adanya C-BOMS ini dapat membantu mewujudkan visi industri hijau yang terintegrasi dengan Industri 4.0 sekaligus menyejahterakan petani dengan tetap meningkatkan proses produksi yang selaras dengan penjagaan terhadap lingkungan," punkas Khodijah.
Berita Terkait
Raker LLDIKTI XIV sebut 13.760 mahasiswa Papua terima beasiswa pendidikan
Senin, 22 April 2024 18:23
YPMAK: Mahasiswa Mimika studi di Jakarta selalu dipantau mitra
Kamis, 11 April 2024 0:16
Pemprov Papua realisasi bayar biaya studi mahasiswa Papua Unggul Rp90 miliar
Minggu, 7 April 2024 19:37
Pemkab Biak sediakan biaya kuliah mahasiswa Papua unggul Rp20 miliar
Kamis, 4 April 2024 17:41
Pemkab Jayapura bantu Pemprov Papua bayar beasiswa Papua unggul OAP Rp27 miliar
Senin, 1 April 2024 17:55
PT Telkomsel beri penghargaan ke tiga mahasiswa Papua Maluku
Senin, 18 Maret 2024 21:28
Pemkab Biak siapkan Rp12 miliar membayar tunggakan studi Papua Unggul
Jumat, 1 Maret 2024 19:09
Pemprov Papua dan Dubes Australia bahas program beasiswa mahasiswa
Senin, 26 Februari 2024 18:36