Jakarta (ANTARA) - Pengamat intelijen Tigor Mulo Horas Sinaga menyebut penusukan Menkopolhukam Wiranto sudah direncanakan untuk menciptakan stigma seakan-akan Indonesia tidak aman.
"Serangan terhadap Pak Wir itu jelas by design, ya. Di beberapa negara Eropa, serangan teror juga menggunakan pisau supaya efektif melukai target. Tujuannya untuk cipta kondisi seakan-akan Indonesia tidak aman," kata Horas di Jakarta, Jumat.
Teroris, menurut Horas, berupaya ciptakan kesan (conditioning) tidak aman di suatu daerah atau negara.
“Tujuannya agar masyarakat merasa takut. Teroris ini juga ingin dilihat khalayak bahwa mereka eksis. Saya mengimbau masyarakat tetap tenang," ujar Horas.
Pengamat intelijen dari Generasi Optimis Indonesia itu menyayangkan lunaknya pengamanan terhadap Wiranto yang akhirnya memberi ruang bagi pelaku penikaman melancarkan aksinya.
"Semua sudah mereka diperhitungkan. Kedua pelaku bisa mengelabui petugas. Mereka menerobos celah sistem pengamanan ring 1 Pak Wir. Ini teroris yang terlatih dan sudah siap mati," terang Horas.
Alumnus prorgam Bela Negara Kementerian Pertahanan itu mendorong Pemerintah meningkatkan pengamanan VVIP.
Horas menganalisis, menjelang hari pelantikan Presiden Jokowi serta Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin pada tanggal 20 Oktober 2019, potensi teror terbuka lebar.
Ia menilai ada pihak-pihak tertentu yang sengaja memperalat sel-sel teroris untuk menciptakan kondisi tidak aman.
Horas juga mengusulkan agar hingga 20 Oktober 2019 Presiden Jokowi meminimalisasi kegiatan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat, termasuk berswafoto bersama mereka.
"Saya harap Kapolri perintahkan anggota-anggotanya untuk tembak di tempat semua pelaku teror yang jelas-jelas mengancam tokoh-tokoh kita. Saya pikir kita perlu mengerahkan Koopsus dan Densus 88 dalam menanggulangi kemungkinan terjadinya aksi teror menjelang 20 Oktober," kata Horas.
Ia mengatakan bahwa pengamanan pelantikan akan sukses bila memiliki dasar informasi, analisis, serta operasi intelijen strategis yang solid.
Hal ini, kata dia, berarti Indonesia membutuhkan kekuatan intelijen strategis yang didukung para agen terbaik di lapangan maupun analis-analis andal.
"Sudah saatnya negara lebih aktif dan bertindak tegas terhadap para pelaku teror. Kami mendukung negara melawan musuh-musuhnya, baik dari dalam maupun luar negeri," pungkas Horas.