Jakarta (ANTARA) - Undang-Undang MPR,DPR, DPD, DPRD (MD3) yang direvisi untuk ketiga kalinya pada September 2019, digugat oleh sejumlah advokat ke Mahkamah Konstitusi.
"Kami pada akhirnya memilih pengujian formil, Yang Mulia, sebagaimana dapat dilihat di perihal permohonan ini," tutur salah satu pemohon, Sidik, dalam sidang pendahuluan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin.
Dalam kesempatan itu, ia menegaskan permohonan uji formil yang diajukan masih memasuki tenggat waktu 45 hari setelah undang-undang yang digugat disahkan.
Sidik dan dua rekannya, Erwin Edison serta Rivaldi, menggugat revisi UU MD3 lantaran menilai pembentukan Undang-Undang Perubahan Ketiga Undang-Undang MD3 telah dilakukan oleh DPR RI dengan melanggar Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Perubahan Ketiga Undang-Undang MD3 disebutnya dibentuk secara tidak transparan, adil, jujur dan bertanggung jawab untuk kepentingan rakyat. Revisi pun hanya didasarkan pada kepentingan politik.
Selain itu, Sidik mempersoalkan susunan dan tata pemilihan anggota MPR RI yang diatur dalam revisi menyebabkan pertambahan jumlah pimpinan lembaga tinggi negara itu.
Dalam permohonannya, pemohon juga berargumen UU Nomor 13 Tahun 2019 tidak didukung oleh naskah akademik yang mumpuni secara sosiologis dan filosofis.
Akibatnya, pemohon berkesimpulan revisi UU MD3 tidak memenuhi asas-asas pembentukan perundang-undangan atau cacat prosedur.
Untuk itu, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan UU Nomor 13 Tahun 2019 tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945 serta menyatakan UU Nomor 13 Tahun 2019 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.