Menkominfo: Pengangkatan Plt Direktur Utama TVRI multitafsir
Pemberhentian dan pengangkatan Plt direksi yang dilakukan saat ini mengakibatkan multitafsir atau tidak diatur dalam PP tersebut
Jakarta (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G Plate menyebut pengangkatan Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama LPP TVRI multitafsir dan tidak diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang LPP TVRI.
Dalam konferensi pers di Kantor Kominfo, Jakarta, Jumat, Johnny menuturkan berdasarkan PP Nomor 13 Tahun 2005, setelah surat pemberhentian direksi dikeluarkan oleh Dewan Pengawas, direksi masih menjabat sampai proses pemberhentiannya dilakukan secara formal.
"Pemberhentian dan pengangkatan Plt direksi yang dilakukan saat ini mengakibatkan multitafsir atau tidak diatur dalam PP tersebut," ujar Johnny.
Pasal 24 PP Nomor 13 Tahun 2005 mengatur sebelum keputusan pemberhentian ditetapkan, direksi diberi kesempatan membela diri secara tertulis dalam jangka waktu satu bulan sejak anggota dewan direksi diberi tahu secara tertulis oleh dewan pengawas tentang rencana pemberhentian.
Selain itu, selama rencana pemberhentian masih dalam proses, anggota dewan direksi masih bertugas.
Selanjutnya jika dalam jangka waktu dua bulan sejak penyampaian pembelaan diri, dewan pengawas tidak memberikan putusan pemberhentian anggota dewan direksi tersebut, rencana pemberhentian dianggap batal.
Soal kisruh itu, Menkominfo mendorong agar Dewas dan direksi LPP TVRI menyelesaikan secara internal dan tidak membawa ke ranah publik.
"Jangan sampai perbedaan pendapat Dewas dan direksi mengakibatkan kebuntuan di TVRI," ucap Johnny menegaskan.
Pada Rabu (4/12), Dewan Pengawas TVRI mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 3 Tahun 2019 yang berisi penetapan nonaktif sementara Direktur Utama TVRI Helmy Yahya dan pengangkatan Direktur Teknik TVRI Supriyono sebagai Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama TVRI.
Menanggapi surat keputusan tersebut, Helmy Yahya mengirimkan surat kepada Dewan Pengawas TVRI dan menyatakan bahwa ia masih merupakan Direktur Utama TVRI yang sah periode 2017-2022 dan akan tetap menjalankan tugas.
Dalam konferensi pers di Kantor Kominfo, Jakarta, Jumat, Johnny menuturkan berdasarkan PP Nomor 13 Tahun 2005, setelah surat pemberhentian direksi dikeluarkan oleh Dewan Pengawas, direksi masih menjabat sampai proses pemberhentiannya dilakukan secara formal.
"Pemberhentian dan pengangkatan Plt direksi yang dilakukan saat ini mengakibatkan multitafsir atau tidak diatur dalam PP tersebut," ujar Johnny.
Pasal 24 PP Nomor 13 Tahun 2005 mengatur sebelum keputusan pemberhentian ditetapkan, direksi diberi kesempatan membela diri secara tertulis dalam jangka waktu satu bulan sejak anggota dewan direksi diberi tahu secara tertulis oleh dewan pengawas tentang rencana pemberhentian.
Selain itu, selama rencana pemberhentian masih dalam proses, anggota dewan direksi masih bertugas.
Selanjutnya jika dalam jangka waktu dua bulan sejak penyampaian pembelaan diri, dewan pengawas tidak memberikan putusan pemberhentian anggota dewan direksi tersebut, rencana pemberhentian dianggap batal.
Soal kisruh itu, Menkominfo mendorong agar Dewas dan direksi LPP TVRI menyelesaikan secara internal dan tidak membawa ke ranah publik.
"Jangan sampai perbedaan pendapat Dewas dan direksi mengakibatkan kebuntuan di TVRI," ucap Johnny menegaskan.
Pada Rabu (4/12), Dewan Pengawas TVRI mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 3 Tahun 2019 yang berisi penetapan nonaktif sementara Direktur Utama TVRI Helmy Yahya dan pengangkatan Direktur Teknik TVRI Supriyono sebagai Pelaksana Tugas Harian Direktur Utama TVRI.
Menanggapi surat keputusan tersebut, Helmy Yahya mengirimkan surat kepada Dewan Pengawas TVRI dan menyatakan bahwa ia masih merupakan Direktur Utama TVRI yang sah periode 2017-2022 dan akan tetap menjalankan tugas.