Rejang Lebong (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Rejang Lebong, Bengkulu, berhasil menangkap buronan dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi dana desa yang selama ini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) sejak September 2019.
Kepala Kejari Rejang Lebong Conny Tonggo Masdelima didampingi Kasi Intelijen Richard Sembiring di sela-sela pemeriksaan tersangka, Rabu malam, mengatakan jika DPO yang mereka tangkap adalah Sukardi, mantan Kepala Desa Selamat Sudiarjo, Kecamatan Bermani Ulu Raya dalam kasus dugaan korupsi dana desa (DD) dan alokasi dana desa (ADD) dengan nilai mencapai Rp1 miliar.
"Dia berhasil kami tangkap pada Selasa (24/3) malam sekitar pukul 23.00 WIB di rumahnya, penangkapan tersangka ini bermula dari informasi masyarakat yang menyebutkan jika dia sering pulang ke rumahnya saat maghrib dan pergi lagi menjelang subuh," katanya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, kata dia, tersangka Sukardi selama ini melarikan diri ke Provinsi Jambi dan sejak beberapa bulan belakangan sering pulang ke rumahnya sehingga pihaknya melakukan pengintaian dan dibantu oleh petugas kepolisian setempat akhirnya berhasil diamankan.
Penangkapan terhadap tersangka sempat mendapat hambatan dari pihak keluarganya yang enggan membuka gembok pintu pagar, dan setelah petugas kepolisian yang mengawal tim Kejari Rejang Lebong mengeluarkan tembakan peringatan barulah pihak keluarganya membukakan pintu pagar dan menyerahkan tersangka.
Atas perbuatannya, kata dia, Sukardi dijerat dengan pasal 2 dan 3 UU Tipikor dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
Sementara itu, dari hasil pemeriksaan sementara diketahui jika uang negara yang diselewengkan tersangka digunakan untuk kepentingan pribadi. Selain itu, penyelewengan DD dan ADD yang diterima desa itu juga diduga melibatkan orang lain dan saat ini sedang dalam pengembangan.
Sebelumnya, Kejari Rejang Lebong pada 5 September 2019 memasukkan mantan Kepala Desa Selamat Sudiharjo Sukardi dalam DPO atas dugaan melakukan korupsi DD dan ADD tahun anggaran 2017.
Sukardi disebutkan mengelola DD dan ADD itu sendirian, tidak melibatkan aparat desa lainnya, dan setelah dilakukan audit kegiatan ditemukan kerugian negara lebih dari Rp300 juta, dengan ditemukannya kegiatan fiktif untuk pembangunan pelapis tebing dan pelat duiker.