Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis Indonesia (IPK) Indonesia DR. Indria Laksmi Gamayanti, M.Si., Psikolog, dampak negatif digitalisasi terhadap permasalahan kesehatan mental harus diantisipasi sebab saat ini kecenderungan orang menjadi lebih mudah stres dan depresi menjadi cukup tinggi.
“Sekarang ini, teknologi memang banyak sekali membantu dan memberikan kemudahan. Tetapi di sisi yang lain juga memberikan (dampak) hal-hal yang perlu kita waspadai bersama terutama untuk kesehatan mental,” kata Gamayanti saat konferensi pers virtual Kongres Nasional Ke-lV IPK lndonesia 2021 pada Kamis.
Ia menekankan apalagi digitalisasi di masa pandemi menjadikan pertemuan tatap muka sebagai sesuatu kelaziman sehingga orang menjadi lebih nyaman dengan situasi yang serba bisa digital dan tidak mengharuskan bertemu secara langsung dengan orang lain.
“Hal yang paling sederhana, keterampilan orang untuk bersosialisasi bisa menjadi berkurang,” tuturnya.
Gamayanti menambahkan apabila fenomena tersebut terjadi sejak usia dini, maka dibutuhkan intervensi atas upaya-upaya untuk mengembangkan kemampuan berempati dan bersosialisasi, terutama pada anak-anak dan remaja yang terpapar masalah agresi hingga kekerasan yang berdampak pada proses tumbuh kembangnya.
Perkembangan digitalisasi, lanjutnya, juga menimbulkan fenomena dan kecenderungan pembandingan sosial di masyarakat di samping peningkatan stres dan depresi.
“Hal-hal yang mungkin sifatnya empati, ketulusan, dan sebagainya, ini menjadi berkurang karena orang mengukur nilai-nilai diri menjadi lebih superfisial, lebih permukaan, dan lebih dangkal,” ujar Gamayanti, sebagaimana diungkapkan oleh Prof. Dr. Elizabeth Kristi Poerwandari, M.Hum., Psikolog, dalam pidato pengukuhan guru besarnya di UI pada Oktober lalu.
Selain itu, penampilan, status sosial, hingga kemakmuran, seolah-olah menjadi lebih penting daripada spiritualitas, kedamaian diri, atau bentuk pengembangan-pengembangan pribadi yang lain.
Meski demikian, Gamayanti menuturkan perkembangan teknologi tidak bisa disalahkan. Oleh sebab itu, diperlukan penguatan antisipasi serta penanggulangan agar dampak-dampak negatif tersebut tidak terjadi.
“Edukasi pada masyarakat itu menjadi sangat penting, seperti pelatihan-pelatihan. Kami juga menyelenggarakan konsultasi secara daring untuk mengantisipasi situasi,” katanya.
Untuk mengantisipasi dampak tersebut, kata Gamayanti, Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Indonesia telah memberikan layanan telekonseling kepada klien atau pasien, seperti melalui pesan teks dan pertemuan virtual, selama pandemi.
Meski demikian, terdapat kasus-kasus tertentu, seperti permasalahan trauma yang mendalam, yang harus dilakukan secara tatap muka dengan klien.
“Sebagian besar klien atau pasien yang ditangani dengan metode telekonseling pun sebetulnya mereka sudah cukup puas, walaupun memang ada beberapa kasus yang butuh psikoterapi secara langsung dan mendalam, ini memang dibutuhkan tatap muka,” katanya.
Berita Terkait
Tips psikolog: Cara mencari kebahagiaan di tengah pandemi
Sabtu, 19 Maret 2022 14:11
Psikolog ingatkan bijak pilih "self reward" agar tak merugi
Rabu, 26 Januari 2022 16:37
Siasat menciptakan rutinitas belajar nyaman untuk anak
Senin, 24 Januari 2022 10:47
Liburan versus mainan, manakah hadiah terbaik untuk anak?
Kamis, 16 Desember 2021 15:44
Timsel sebut 28 calon anggota KPU RI lulus tes tertulis dan psikologi
Jumat, 3 Desember 2021 13:53
Timsel sebut 20 calon anggota Bawaslu lulus psikologi dan tes tertulis
Jumat, 3 Desember 2021 13:51
Lindungi kesehatan jiwa saat pandemi dengan normal kehidupan
Sabtu, 30 Oktober 2021 18:38
Kiat tetap selalu kalem saat sedang stres
Minggu, 12 September 2021 11:45