Sentani (ANTARA) - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua menyatakan prevalensi angka stunting atau pertumbuhan lambat di daerah setempat harus bisa turun hingga mencapai target nasional 14 persen.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua Robby Kayame di Sentani, Rabu mengatakan, prevalensi angka stunting atau pertumbuhan lambat di Papua pada 2022 tercatat 34,6 persen.
“Tentu angka ini masih tinggi kalau dibandingkan dengan target nasional 14 persen, sehingga teman-teman di provinsi maupun kabupaten/kota saat ini terus berupaya untuk menurunkannya,” katanya.
Menurut Robby, daerah lain di Papua harus mencontohi Kabupaten Jayapura karena angka prevalensi stunting hingga akhir Oktober 2023 tercatat 11,9 persen atau mencapai target nasional 14 persen.
“Kerja keras dari tim percepatan penurunan stunting di Kabupaten Jayapura sangat luar biasa dan harus diikuti oleh daerah lain.
“Ini contoh nyata dukungan masyarakat untuk mengikuti program pemerintah sehingga angka prevalensi stunting dapat turun melebihi target nasional,” katanya.
Dia menjelaskan pemicu anak di Papua rawan stunting ialah minim nya pasokan makanan bergizi bagi ibu hamil dan bagi anak dalam 1000 hari kehidupan, rendahnya kesadaran pola hidup sehat, pola asuh yang tidak berjalan baik, pernikahan di usia dini.
“Banyak ibu hamil di Papua mengalami anemia atau kurang darah serta anak terpapar penyakit menular dan infeksi berulang seperti diare, malaria, infeksi saluran pernapasan akut dan tuberkulosis,” ujarnya.
Dia menambahkan faktor lainnya yang menyebabkan stunting itu ada pola konsumsi makanan instan yang rendah kandungan gizi khususnya di tengah masyarakat asli Papua.
“Dari data elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (ePPGBM) 2.769 anak balita dari total 23.549 anak diukur hingga September 2023 mengalami stunting,” katanya.
Angka prevalensi stunting tertinggi di Papua yakni Kabupaten Mamberamo Raya tercatat 30,8 persen, Supiori 24,5 persen dan Sarmi 20,3 persen, ini harus ditekan sehingga bisa mencapai target nasional 14 persen.