Jayapura (ANTARA) - Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua menerangkan Kristiani di daerah itu merayakan Paskah dengan cara unik dan menyentuh yang dibalut dalam nuansa religius dengan kekayaan budaya lokal.
Kepala Bidang Kebudayaan Disparbud Jayapura Fred Modouw di Sentani, Minggu, mengatakan di Kampung Simporo dan Babrongko (SiBa) jemaat GKI Syalom melantunkan Rimeahili, atau rapan cinta khas Suku Sentani sebagai bentuk penghormatan bagi Yesus Kristus.
"Rimeahili atau Heleahili merupakan tradisi ratapan warisan leluhur Sentani, yang biasanya dituturkan saat perpisahan karena pernikahan atau kematian," katanya.
Menurut Fred, ratapan itu menggema dalam suasana Paskah, dinyanyikan oleh seorang mama paruh baya di altar gereja dengan suara penuh getaran, yang menyebut nama Yesus di setiap baitnya.
"Ini bukan tangisan biasa, Rimeahili merupakan suara jiwa, sebuah ekspresi cinta dan kehilangan yang keluar dari relung hati paling dalam," ujarnya.
Dia menjelaskan kehadiran tradisi ini dalam ibadah sebagai simbol pertemuan antara budaya dan iman yang saling memperkaya, Rimeahili bukan seni pertunjukan yang dipelajari dari teks, ini praktik budaya yang lahir spontan dan emosional.
"Ada irama khas, ada jeda, dan ada penghayatan mendalam yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang tumbuh dalam tradisi ini," katanya lagi.
Dia menambahkan puncak perayaan di GKI Syalom SiBa terjadi ketika sang mama paru baya berdiri dan mulai meratap, jemaat pun terdiam dan suasana gereja menjadi hening, hanya diisi oleh suara ratapan yang menyayat hati, nampak jemaat meneteskan air mata karena tersentuh keindahan spiritual yang membumi.
"Perayaan Paskah di Kampung SiBa menjadi cermin, bagaimana Kristiani di tepian Danau Sentani menghidupi imannya dengan bahasa ibu yang merupakan budayanya sendiri," ujarnya lagi.