LPMAK cari investor kelola pabrik sagu Keakwa
LPMAK menggelontorkan dana cukup besar yaitu lebih dari Rp50 miliar untuk membangun pabrik pengolahan tepung sagu di Keakwa
Timika (Antara Papua) - Lembaga Pengembangan Masyarakat Amungme dan Kamoro (LPMAK) sedang mencari investor yang akan mengelola pabrik pengolahan tepung sagu di Kampung Keakwa, Distrik Mimika Tengah, Mimika, Papua.
Sekretaris Eksekutif LPMAK Abraham Timang di Timika, Selasa, mengatakan pabrik pengolahan tepung sagu di Keakwa itu hingga kini belum beroperasi lantaran masih ada sejumlah dokumen dan persyaratan yang harus diselesaikan oleh LPMAK.
"Kami masih mengurus berbagai dokumen sebagai persyaratan untuk dapat mengoperasikan pabrik sagu di Keakwa. Kami harapkan semua persyaratan itu bisa diselesaikan tahun ini agar pabrik sagu di Keakwa bisa segera beroperasi," kata Abraham.
Beberapa persyaratan yang masih harus dilengkapi oleh LPMAK yaitu perizinan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan izin pinjam pakai kawasan hutan lindung (mangrove) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kedua persyaratan itu mutlak diperlukan agar pabrik pengolahan tepung sagu di Keakwa itu bisa beroperasi.
Setelah semua persyaratan tersebut terpenuhi, LPMAK berencana mencari investor yang bisa diajak kerja sama untuk mengoperasikan pabrik tersebut.
LPMAK menggelontorkan dana cukup besar yaitu lebih dari Rp50 miliar untuk membangun pabrik pengolahan tepung sagu di Keakwa.
Bangunan pabrik tersebut sudah diberkati oleh Uskup Timika Mgr John Philip Saklil Pr pada Oktober 2015.
Lokasi pabrik sagu dibangun di bekas kampung lama Keakwa. Kampung lama itu dulu menjadi pemukiman penduduk Keakwa saat berlangsung Perang Dunia II.
Lokasi Kampung Keakwa sekarang ini berada di dekat bekas markas dan lapangan terbang pasukan Jepang.
Saat memberkati fasilitas pabrik sagu tersebut, Uskup Saklil berharap warga Suku Kamoro yang bermukim di Kampung Keakwa dan kampung-kampung sekitarnya seperti Timika Pantai, Atuka hingga Kokonao agar dapat memanfaatkan maksimal fasilitas tersebut untuk menunjang kehidupan mereka.
"Kita punya pohon sagu tidak ada yang tanam. Tuhan yang tanam. Kalau pohon sagu dipotong terus maka lama kelamaan akan habis. Tugas kita semua untuk menanam sagu di lahan-lahan tidur untuk diwariskan ke anak cucu kita nanti," ujar Uskup Saklil.
Menurut dia, semua kekayaan alam berupa hamparan tanaman sagu yang sangat luas di wilayah pesisir Mimika, hasil-hasil laut, sungai dan hutan yang melimpah hendaknya dapat diolah secara lestari dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
"Kekayaan alam yang melimpah ini hendaknya menjadi berkat sehingga anak-anak bisa sekolah, dapur tetap berasap dan masyarakat tidak sakit dan mati karena tidak mampu membayar biaya pengobatan. Kalau semua kekayaan alam yang Tuhan berikan secara cuma-cuma ini tidak mampu kita olah, kita tetap miskin di atas kekayaan alam kita," tutur Uskup Saklil. (*)
Sekretaris Eksekutif LPMAK Abraham Timang di Timika, Selasa, mengatakan pabrik pengolahan tepung sagu di Keakwa itu hingga kini belum beroperasi lantaran masih ada sejumlah dokumen dan persyaratan yang harus diselesaikan oleh LPMAK.
"Kami masih mengurus berbagai dokumen sebagai persyaratan untuk dapat mengoperasikan pabrik sagu di Keakwa. Kami harapkan semua persyaratan itu bisa diselesaikan tahun ini agar pabrik sagu di Keakwa bisa segera beroperasi," kata Abraham.
Beberapa persyaratan yang masih harus dilengkapi oleh LPMAK yaitu perizinan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan izin pinjam pakai kawasan hutan lindung (mangrove) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Kedua persyaratan itu mutlak diperlukan agar pabrik pengolahan tepung sagu di Keakwa itu bisa beroperasi.
Setelah semua persyaratan tersebut terpenuhi, LPMAK berencana mencari investor yang bisa diajak kerja sama untuk mengoperasikan pabrik tersebut.
LPMAK menggelontorkan dana cukup besar yaitu lebih dari Rp50 miliar untuk membangun pabrik pengolahan tepung sagu di Keakwa.
Bangunan pabrik tersebut sudah diberkati oleh Uskup Timika Mgr John Philip Saklil Pr pada Oktober 2015.
Lokasi pabrik sagu dibangun di bekas kampung lama Keakwa. Kampung lama itu dulu menjadi pemukiman penduduk Keakwa saat berlangsung Perang Dunia II.
Lokasi Kampung Keakwa sekarang ini berada di dekat bekas markas dan lapangan terbang pasukan Jepang.
Saat memberkati fasilitas pabrik sagu tersebut, Uskup Saklil berharap warga Suku Kamoro yang bermukim di Kampung Keakwa dan kampung-kampung sekitarnya seperti Timika Pantai, Atuka hingga Kokonao agar dapat memanfaatkan maksimal fasilitas tersebut untuk menunjang kehidupan mereka.
"Kita punya pohon sagu tidak ada yang tanam. Tuhan yang tanam. Kalau pohon sagu dipotong terus maka lama kelamaan akan habis. Tugas kita semua untuk menanam sagu di lahan-lahan tidur untuk diwariskan ke anak cucu kita nanti," ujar Uskup Saklil.
Menurut dia, semua kekayaan alam berupa hamparan tanaman sagu yang sangat luas di wilayah pesisir Mimika, hasil-hasil laut, sungai dan hutan yang melimpah hendaknya dapat diolah secara lestari dan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
"Kekayaan alam yang melimpah ini hendaknya menjadi berkat sehingga anak-anak bisa sekolah, dapur tetap berasap dan masyarakat tidak sakit dan mati karena tidak mampu membayar biaya pengobatan. Kalau semua kekayaan alam yang Tuhan berikan secara cuma-cuma ini tidak mampu kita olah, kita tetap miskin di atas kekayaan alam kita," tutur Uskup Saklil. (*)