Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melakukan langkah antisipatif terhadap adanya WNI eks kombatan kelompok militan ekstremis, termasuk dari jaringan ISIS di Suriah, Abu Sayyaf di Filipina, dan kelompok teroris dari Afganistan, kata Wakil Presiden Ma'ruf Amin di Jakarta, Kamis.
"Kemungkinan-kemungkinan itu kita antisipasi, seperti yang kita lakukan sekarang terhadap kemungkinan masuknya bekas-bekas kombatan, baik dari Filipina, Suriah, maupun di Afganistan. Kita tetap melakukan antisipasi," kata Wapres Ma'ruf di Kantor Wapres RI, Jakarta, Kamis.
Tentang warga Indonesia yang bergabung dengan kelompok Negara Islam Irak dan Syam (ISIS), Wapres mengatakan bahwa keputusan Pemerintah untuk mencekal mereka bertujuan melindungi masyarakat di dalam negeri.
Ia menegaskan kembali bahwa status kewarganegaraan mereka juga hilang ketika memutuskan meninggalkan Indonesia dan bergabung dengan kelompok Negara Islam Irak dan Syam.
"Kita memang pada prinsipnya mengarah pada tidak memulangkan, alasannya adalah untuk menjaga, mengawal keselamatan seluruh warga bangsa yang ada, dari pengaruh-pengaruh radikalisme dan terorisme," katanya menjelaskan.
Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 Pasal 23 Huruf d dijelaskan bahwa WNI kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden.
Selanjutnya, pada Huruf f disebutkan bahwa kewarganegaraan hilang jika WNI secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara asing atau bagian dari negara asing tersebut.
Oleh karena itu, Pemerintah menganggap WNI yang tergabung dengan kelompok militan ISIS itu sudah memenuhi persyaratan secara undang-undang untuk hilang status kewarganegaraannya.
Setelah memutuskan untuk tidak memulangkan ratusan WNI yang bergabung dengan ISIS, Pemerintah selanjutnya melakukan verifikasi terhadap identitas para kombatan tersebut.
Hal itu dilakukan sebagai pencegahan agar mereka tidak lagi bisa masuk ke wilayah NKRI dan melakukan penyebaran paham radikal.