Jayapura (ANTARA) - Aiptu Muhammad Naufal Saefudin tak menyangka mendapat pin emas Kapolri pada 2019 sebagai salah satu Bhabinkamtibmas teladan. Penerimaan pin emas itu beralasan karena pria kelahiran Raja Ampat, Papua Barat, 22 April 1975 ini berhasil membina anak muda yang tergabung dalam Sekolah Sepak Bola (SSB) Bhayangkara Numbay.
Sekitar 45 anak usia 8 hingga 10 tahun dan 35 anak usia 13 hingga 16 tahun dari berbagai sekolah di Kota Jayapura ini dibinanya, agar mereka tidak terpengaruh dengan narkoba, gadget dan pengaruh buruk lainnya dari masyarakat.
SSB Numbay terbentuk sejak 2018, ketika Kapolresta Jayapura Kota AKBP Gustav R. Urbinas awal menjabat. Tahun yang sama, 2018, SSB Numbay mewakili Kota Jayapura tingkat Provinsi Papua mengikuti Piala Menpora di Jakarta.
Alhasil mereka meraih juara 3. Lalu Piala Danone Cup di tahun yang sama tingkat Papua, tim yang dibinanya menjadi tim favorit.
Dia membina sekaligus sebagai pelatih SSB Bahayangkara Numbay dengan penanggung jawab Kalpores Jayapura Kota. Pada 2019, dia dibantu Aipda Letsoin rekannya dari SPKT Polresta Jayapura Kota melatih anak-anak usia muda tadi.
Mereka latihan di SPN Polda Papua setiap Sabtu pagi, di lapangan besar, dan lapangan kecil menggunakan lapangan futsal Boulevard, salah satu lokasi berkumpulnya kaum milenial di Kota Jayapura.
Latihan sepak bola terhenti karena pandemi virus corona atau COVID-19 yang merebak sejak Maret lalu. Namun, teladan dan upaya Aiptu Naufal berhasil menjadikannya meraih pin emas Kapolri pada 2019 sebagai salah satu Bhabinkamtibmas teladan.
Pin emas dari Kapolri itu diserahkan oleh Kapolda Papua Irjen Pol Rudolf Alberth Rodja dalam sebuah upacara khusus di lapangan Apel Mapolda Papua pada pertengahan 2019, bersama sejumlah personel lainnya yang juga mendapat penghargaan yang sama terkait prestasi yang ditorehkan.
"Rasanya bangga sekali, menjadi salah satu perwakilan dari Polda Papua mendapatkan pin emas dari Kapolri pada 2019. Penghargaan ini bukan raihan pribadi saya saja, tetapi banyak pihak yang ikut membantu baik istri saya, rekan kerja hingga penilaian pimpinan yang berikan saya kesempatan berkarya," kata Aiptu Naufal.
Bekerja dengan hati
Tak sampai di situ, Aiptu Naufal tidak cepat puas. Ia pun mendapat kepercayaan dari pimpinannya untuk bergabung dalam Tim Unit Reaksi Cepat (URC) Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Polresta Jayapura bersama 10 orang rekan lainnya.
Aiptu Naufal merupakan perwakilan dari satuan kerja (Satker) Binmas Polresta Jayapura Kota, bergabung bersama sejumlah perwakilan satker untuk membantu Pemerintah Kota Jayapura dalam menangani dan mencegah penyebaran corona.
Ada sejumlah kisah mengharukan saat Aiptu Naufal menangani berbagai pasien corona. Pria asal Raja Ampat berdarah Ternate, Maluku Utara, ini hendak menjemput jenazah yang diduga terpapar virus corona atau COVID-19, di salah satu perumahan di Distrik Abepura, Kota Jayapura.
Saat itu, Aiptu Naufal yang pernah bertugas di Polsek Sarmi bersama Tim URC menerima laporan bahwa ada warga yang meninggal, sehingga perlu dicek penyebab kematiannya dengan membawa ke rumah sakit terdekat agar dilakukan pemulasaran dan dikebumikan seusai SOP.
“Hanya saja, ketika sampai di lokasi, keluarga dan warga tidak mau jenazah tersebut dievakuasi ke rumah sakit. Mereka menolak dengan beragam alasan dan juga tidak ingin menanganinya,” kata Aiptu Naufal, yang menjabat sebagai Kepala Unit Bin Tibmas Sat Binmas Polresta Jayapura Kota.
Bertugas sebagai pelayan masyarakat dalam Tim URC COVID-19 Polresta Jayapura memerlukan pendekatan humanis, terutama karena dirinya juga bertindak sebagai pemberi informasi tentang virus corona, baik penyebabnya, maupun cara-cara pencegahan sesuai protokol kesehatan yang ditetapkan Kementerian Kesehatan RI.
Pendekatan humanis dilakukan untuk memberikan pemahaman ihwal penanganan pasien atau jenazah yang diduga terjangkit COVID-19.
Panggilan ini dilakoninya berbekal sebagai anggota Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Bhabinkamtibmas) yang bertugas di Kelurahan Imbi, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, dan sudah terbiasa menghadapi warga dengan berbagai latar belakang, sifat dan watak.
“Di sini sempat terjadi negosiasi dengan warga dan keluarga jenazah. Namun saya bersama Tim URC memberikan pandangan dan pemahaman soal pencegahan dan penanganan virus corona hingga mereka mempersilahkan untuk membawa ke rumah sakit, untuk pemulasaran dan dikuburkan,” katanya.
Reaksi masyarakat
Kisah lainnya tak kalah mengoyak nurani suami dari Nuraeni Yuliana Rapar. Kala itu, dia akan menjemput salah satu pasien atau warga Distrik Jayapura Selatan, yang sedang bertamu di keluarganya, di salah satu kawasan perumahan di Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura.
Warga ini dinyatakan reaktif setelah mengikuti tes cepat, sehingga perlu dilakukan isolasi mandiri di salah satu hotel ternama di Kota Jayapura, yang telah ditunjuk oleh Gugus Tugas COVID-19.
Ketika warga melihat petugas yang datang dengan pakaian lengkap atau alat pelindung diri (APD) guna penanganan pasien corona, sempat terjadi keributan.
Dia mengira akan ada perlawanan terhadap Tim URC. Namun, hal yang terjadi justru sebaliknya. Warga sekitar mengecam pasien tersebut dengan kata atau kalimat yang kurang pantas di hadapan tim dan disaksikan sejumlah sanak keluarga.
“Kami melihat bahwa amarah warga seperti sanksi sosial yang diberikan kepada pasien corona, padahal siapa saja bisa terjangkit virus ini. Pasien itu sebenarnya tidak tahu kalau dia terjangkit, tapi mau bagaimana kami sebagai petugas harus menjemputnya sesuai protap agar penyebaran virus tidak meluas,” katanya.
Hal yang tak kalah sedih lainnya, adalah ketika hendak pulang ke rumah usai melaksanakan tugas kemanusiaan tersebut karena perasaan khawatir terus menghantui, jika dirinya menjadi pembawa virus bagi keluarga yang menanti dengan cemas.
Untuk mengantisipasi hal itu, Aiptu Naufal dan kawan-kawan yang tergabung dalam Tim URC harus membersihkan diri atau mandi di kantor dan meminta tolong kepada anak atau saudara di rumah agar datang membawa pakaian ganti ke kantor. Setelah itu, baru bisa kembali ke rumah dengan wajah lelah.
“Ketika sampai di depan rumah, saya pun harus cuci tangan dan kembali mandi lagi, guna memastikan bahwa tidak membawa oleh-oleh virus kepada keluarga, padahal anak-anak dan istri biasanya menyambut dengan senyuman dan pelukan, tapi sejak bertugas di Tim URC, hal ini tidak dilakukan lagi,” katanya dengan mimik serius.
Dia juga menaruh simpati pada pasien dan keluarganya yang dilayani. Ketika itu mereka bersama Tim UP2KP dari Provinsi Papua hendak mengambil jenazah pasien corona, tetapi dilema karena aparat tingkat RT/RW saja dilarang mengambil pasien oleh keluarganya.
Di sisi lain aparat-aparat RT/RW juga ketakutan untuk menanganinya, sehingga sebagai anggota Tim URC harus bisa meyakinkan keluarga dan warga setempat, agar pasien tersebut dirawat di rumah sakit terdekat yaitu Rumah Sakit Bhayangkara.
"Inilah konsekuensi tugas. Di antara rekan-rekan lainnya, saya yang berlatar belakang Binmas harus bisa memberikan pemahaman dan pencerahan soal penanganan pasien corona, caci maki itu sudah menjadi santapan saya tiap kali ke TKP bersama rekan-rekan, tapi kami hadapi dengan ikhlas, karena ini tugas kemanusiaan," katanya.
Aiptu Naufal, sehariannya bertugas di Kelurahan Imbi, Distrik Jayapura Utara, Kota Jayapura, sebagai Bhabinkamtibmas, selain sebagai anggota Tim URC, yang harus bersosialisasi dengan 20 ribu penduduk, dari RT 01 sampai RW 09 dengan jumlah 35 RT.
Jika tahun ini atau tahun depan ada kesempatan dan rezeki dia ingin sekolah perwira.*