Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memesan 100 unit alat pendeteksi COVID-19 berbasis embusan napas GeNose buatan Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
"Saya mau beli 100, tapi baru dapat 35 unit, ternyata ini baru 10 hari berproduksi karena izin edar baru keluar. Saya ke sini untuk melihat seperti apa kondisinya," kata Ganjar saat berkunjung ke UGM Science Technopark di Yogyakarta, Selasa.
Dalam kesempatan tersebut, orang nomor satu di Jateng itu menjajal langsung alat pendeteksi COVID-19 dengan tingkat akurasi 97 persen.
Saat menjajal, Ganjar mengembuskan nafas dan dimasukkan ke kantong plastik khusus yang disiapkan kemudian dimasukkan ke alat GeNose yang terkoneksi dengan laptop.
Dalam hitungan waktu tiga menit saja, hasilnya tes melalui GeNose sudah keluar dan Ganjar dinyatakan negatif COVID-19.
Menurut Ganjar, GeNose sangat efektif untuk meningkatkan upaya pelacakan COVID-19 karena cara kerjanya sangat simpel dan waktu yang dibutuhkan sangat cepat, yakni maksimal tiga menit.
"Hanya dengan niup nafas kita, kemudian diukur dengan alat ini, tiga menit sudah keluar hasilnya apakah positif atau negatif. Ini waktu yang sangat cepat, dibanding dengan tes lain misalnya PCR. Jadi nantinya laboratorium tidak pusing lagi, masyarakat juga tidak sakit lagi karena harus diswab, cukup nyebul saja sudah keluar hasilnya," ujarnya.
Ganjar pun mengusulkan agar Indonesia menerapkan GeNose C19 sebagai alat uji resmi COVID-19.
JIka semua puskesmas di Indonesia memiliki alat ini, lanjut dia, maka proses tracing akan semakin cepat dan para "surveilans" yang bekerja di lapangan akan sangat terbantu dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19.
"Saya langsung pesan alat ini karena produk anak bangsa, labelnya merah putih, maka negara harus berpihak. Saya bayangkan kalau negara memerintahkan seluruh daerah menggunakan ini, maka surveilans akan jauh lebih baik dan coverage pengecekan di Indonesia untuk mengetahui berapa yang terpapar akan jauh lebih cepat," katanya.
Menurut Ganjar, harga dari GeNose sangat murah yakni Rp62 juta dan satu alat bisa digunakan untuk mengetes 100.000 orang sehingga kalkulasinya jauh lebih murah dibanding alat tes COVID-19 lainnya.
"Kalau kita bicara politik kesehatan, maka ini sangat murah karena bisa meng-cover banyak orang. Kalaupun masyarakat harus bayar sendiri untuk tes ini, kisarannya kantongnya Rp15.000 dan biaya tambahan lainnya total hanya Rp25.000, maka sangat terjangkau, tapi kalau dibiayai negara, ini jauh lebih murah. Bandingkan dengan PCR tes yang harganya bisa Rp900.000 per tes," ujarnya.
Ketua Tim GeNose C-19 Profesor Kuwat Triyana menerangkan, cara kerja GeNose adalah mendeteksi senyawa organik bernama volatile organic compound (VOC) hasil proses metabolik virus COVID-19 di dalam tubuh melalui embusan nafas.
"Kalau yang memiliki COVID-19, reaksi metabolik yang dihasilkan akan berbeda dengan patogen lain. Jadi, kalau yang mengandung COVIF-19, langsung bisa terdeteksi," katanya.
Pengujian GeNose lanjut Kuwat, sudah dilakukan berkali-kali dengan ribuan orang yang berbeda dan setelah pengujian tersebut, otak mesin tersebut telah dikunci untuk mendeteksi senyawa yang berbahaya khususnya COVID-19.
"Tingkat akurasi mesin ini bisa mencapai 97 persen, sedangkan pengujiannya hanya membutuhkan waktu maksimal tiga menit," ujarnya.
Setelah mengantongi izin edar dari pemerintah, pihaknya langsung memperbanyak produksi GeNose C19 dan saat ini baru 100 unit yang telah dibuat.
"Bulan Januari ini kami targetkan bisa memproduksi 5000-10.000 unit, dan akan meningkat di bulan-bulan selanjutnya. Pemesanan sudah banyak, termasuk dari Jawa Tengah yang kami yakin dapat terpenuhi. Untuk penjualan kami prioritaskan untuk pemerintah dulu, termasuk perusahaan yang bergerak di pelayanan publik seperti PT KAI yang juga sudah memesan," katanya.