Lubukbasung (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Barat melalui Resor Agam, menduga Nasrial (50) warga Muaro Putih, Nagari Tiku Lima Jorong, Kecamatan Tanjungmutiara, tewas akibat diserang buaya muara (crocodylus porosus).
Jenazah Nasrial ditemukan mengapung di Sungai Batang Masang, Jumat pagi.
"Ini berdasarkan kondisi jenazah yang ditemukan, diduga korban memang diserang buaya, karena kaki kiri dan bagian tubuh lainnya hilang," kata Kepala Resor Konservasi Sumber Daya Alam Agam, Ade Putra di Lubukbasung, Jumat.
Sedangkan penyebabnya, pihaknya masih akan melakukan identifikasi di lapangan.
Sungai Batang Masang sendiri memang merupakan habitat buaya muara.
Sungai itu sudah direncanakan bersama Pemerintah Kabupaten Agam sebagai Kawasan Ekosistem Essensial (KEE) pada 2019.
"Sungai Batang Masang merupakan habitat buaya muara dan direncanakan sebagai KEE," tegasnya.
Ade mengimbau warga mengurangi akrivitas di sungai dan rawa agar tidak diserang buaya muara karena Januari-Juli merupakan masa kawin dan bertelurnya satwa itu.
Berdasar perilaku dan siklus hidup buaya muara, Januari sampai Juli merupakan musim kawin dan bertelurnya satwa itu.
Buaya yang akan kawin dan bertelur cenderung akan mencari lokasi yang aman dari gangguan individu lainnya.
Terutama induk buaya yang sedang menunggui sarang telurnya, akan sangat agresif dan sensitif terhadap keberadaan mahkluk lain termasuk manusia.
"Seperti yang ditemukan di Nagari Tiku Lima Jorong, Kecamatan Tanjungmutiara, Senin (25/1), di mana di lokasi tersebut ditemukan sarang telur buaya yang dijaga oleh induknya," katanya.
Sedangkan di Kabupaten Pasaman Barat, pada awal tahun 2021 dilaporkan terjadi serangan satwa buaya terhadap manusia di Ujung Gading, Sasak dan terakhir di Kinali.
Meningkatnya interaksi antara manusia dan satwa buaya muara beberapa waktu belakangan disebabkan oleh beberapa hal.
BKSDA menyimpulkan beberapa faktor meningkatnya interaksi manusia dan buaya selain disebabkan karena lagi musim kawin dan bertelur. Beberapa faktor itu adalah adanya penyempitan habitat.
Hampir di seluruh lokasi terjadinya serangan buaya, kondisi alamnya sudah beralih fungsi menjadi perkebunan dan lahan budidaya lainnya.
Bahkan sepanjang pinggiran aliran sungai sampai dengan muara sudah ditanami dan akhirnya memaksa buaya untuk berada sepanjang waktu di dalam air.
"Tentunya hal ini mengakibatkan semakin seringnya tingkat perjumpaan buaya dengan manusia," tegasnya.
Berita Terkait
Ikan Danau Maninjau kembali mati 350 ton, total menjadi 912 ton
Rabu, 22 Desember 2021 3:40
Menteri Erick dorong keterampilan ibu-ibu Kota Padang melalui Pelatihan Online
Selasa, 12 Oktober 2021 4:31
Kisah Hani (8) ikut berkurban dengan uang hasil tabungan selama tiga tahun
Kamis, 22 Juli 2021 7:20
Telkomsel mendorong pelanggan beralih ke kartu 4G
Sabtu, 27 Februari 2021 3:58
Pangdam I/Bukit Barisan perintahkan Satgas Pamtas RI-PNG rebut simpati-hati rakyat
Jumat, 12 Februari 2021 15:02
Polisi lalu lintas ciduk minibus membawa ganja kering
Kamis, 11 Februari 2021 7:37
UNP sederhanakan organisasi dengan melantik 57 pejabat fungsional
Rabu, 30 Desember 2020 7:24
Tim Karantina Papua Selatan amankan kulit buaya utuh dari Bandara Mopah
Sabtu, 16 November 2024 8:29