Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis kesehatan anak Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) dr. Nina Dwi Putri, Sp.A (K), mengatakan bahwa anak yang tidak bergejala dan bergejala ringan COVID-19 tidak memerlukan antivirus.
"Bagi anak-anak yang tidak bergejala dan bergejala ringan tidak membutuhkan antivirus, kecuali pertimbangan khusus (dari dokter) anak-anak risiko tinggu untuk (bergejala) berat karena komorbid," kata dr. Nina dalam seminar daring Heartology Cardiovascular Center, dikutip pada Minggu.
Ada pun komorbid atau penyakit penyerta anak yang akan berisiko lebih besar untuk terpapar COVID-19 adalah pasien dengan gangguan sistem imun seperti kanker, gagal ginjal, autoimun, dan HIV. Lalu mereka dengan kelainan jantung bawaan, penyakit paru kronik, asma, diabetes melitus, obesitas, dan kelainan saraf.
Lebih lanjut, dr. Nina mengatakan bahwa pemberian antivirus ditentukan oleh dokter sesuai dengan keadaan pasien. "Dokter akan menentukan sesuai keadaan pasien. Anak sesak dan gejala berat dirawat inap, dan diberikan antivirus," kata dr. Nina.
Ia juga menegaskan, antibiotik bukan obat COVID-19. Hal ini menyusul beredarnya narasi dan pesan yang berisi resep obat untuk COVID-19 di media sosial yang berisi saran penggunaan beberapa jenis obat seperti azithromycin, favipiravir, dan dexamethasone untuk mengobati COVID-19. Antibiotik ini umumnya mudah dan murah didapatkan di apotek secara luring maupun daring.
"Apa perlu antivirus dan antibiotik? Sebagian besar anak akan sembuh sendiri, tidak memerlukan antivirus atau antibiotik (kecuali bergejala berat dan dirawat di rumah sakit," kata dr. Nina.
Di sisi lain, ketika melakukan isolasi mandiri di rumah dengan anak, dokter lulusan Universitas Indonesia itu mengatakan orang tua harus memastikan bahwa semua orang di rumah tidak bergejala atau bergejala ringan. Selanjutnya, memastikan lingkungan rumah memadai, memiliki ruangan terpisah dengan ventilasi yang baik.
Sementara, untuk pengobatan dan pemantauan di rumah, dr. Nina mengatakan orang tua untuk aktif memantau suhu, saturasi oksigen dua kali sehari, laju napas, gejala asupan makanan, aktivitas anak, dan tanda-tanda dehidrasi.
"Untuk pengobatan sendiri, sifatnya hanya untuk membuat anak nyaman. Misalnya jika anak demam lalu aktivitas terganggu, dapat diberikan obat demam. Jangan lupa untuk memberikan asupan makanan bergizi tinggi dan bervitamin," kata dia.
Berita Terkait
Dinkes Papua: Imunisasi rendah akibat khawatir anak divaksinasi COVID-19
Selasa, 16 Agustus 2022 14:17
Disdik-Dinkes dorong peningkatan vaksinasi COVID-19 anak Biak
Jumat, 15 April 2022 20:37
125 siswa SD Kota Jayapura ikuti vaksinasi COVID-19
Rabu, 26 Januari 2022 2:30
Pemkab Mimika segera vaksinasi COVID-19 anak usia 6-11 tahun
Jumat, 21 Januari 2022 17:55
Masyarakat diimbau lengkapi vaksin COVID-19 dan siap terima booster
Sabtu, 8 Januari 2022 15:06
Lanud Silas Papare gelar layanan vaksinasi bagi anak usia 6-11 tahun
Kamis, 6 Januari 2022 8:38
Presiden Joko Widodo tinjau vaksinasi pada anak di SDN 3 Nglinduk Grobogan
Rabu, 5 Januari 2022 15:26
Satgas COVID-19 Papua sebut vaksinasi pada anak mulai dilaksanakan
Minggu, 2 Januari 2022 16:50