Jayapura (ANTARA) - Berawal dari kegemarannya memotret aktivitas petani kopi di Wamena, tepatnya di Kampung Walakma, Distrik Bpiri, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan, Agus Z Tanati (41) seorang anak Papua yang berprofesi sebagai fotografer, kini justru mulai memiliki minat untuk berbisnis kopi.
Gusti Tanati begitu ia kerap disapa. Fotografer ini mulai memotret aktivitas petani kopi di Wamena pada 2020 saat terlibat dalam program "Green Economy" atau ekonomi hijau di Papua sejak 2021 menjelang Pekan Olahraga Nasional (PON) XX di Bumi Cenderawasih.
Sering memotret, ia kemudian mengenal lebih banyak petani kopi di Wamena yang kemudian membuatnya semakin bersemangat untuk memulai berbisnis kopi Papua. Peluang untuk mendapatkan biji kopi mentah (green beans) baginya sangat terbuka lebar.
Ide untuk memulai bisnis kopi datang saat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memesan 100 bungkus kopi yang akan disediakan kepada para tamu saat berkunjung untuk meninjau progres pembangunan arena pertandingan PON XX di Papua.
Gusti yang saat itu dikontrak oleh Kementerian PUPR untuk memotret pembangunan venue PON XX Papua, mulai melakukan komunikasi dengan para petani kopi di Wamena agar menyiapkan biji kopi mentah untuk dikirim ke Kota Jayapura, guna diolah kemudian dikemas untuk para tamu yang berkunjung ke Papua.
Sejak saat itu, bapak satu anak itu secara rutin memesan biji kopi mentah dari para petani di Wamena untuk diolah dan dijual di Kota Jayapura dan juga ke Manokwari, Papua Barat, Jakarta dan Medan.
Hingga kini ia masih memerlukan bantuan dari temannya untuk menyangrai (roasting) biji kopi yang dipesan dari petani di Wamena. Meski begitu, Gusti telah memiliki mesin pengupas kulit kopi dan tempat penjemuran biji kopi sendiri yang berlokasi di halaman tempat tinggalnya di Pasir Dua, Distrik Jayapura Utara.
Di Kota Jayapura banyak anak muda yang memiliki usaha kafe. Mereka menyajikan beragam jenis kopi, sehingga Gusti lebih memilih untuk usaha kopi green beans (biji kopi mentah) karena hanya itu peluang yang besar untuk menambah pendapatan bagi keluarga. Kendati begitu, ia menjual juga kopi bubuk sebagai buah tangan bagi kerabat atau keluarga yang datang ke Jayapura.
Pada Maret 2023, Gusti sudah sebanyak tiga kali mengirim biji kopi mentah dari Wamena ke Jayapura sebanyak 300 kilogram dengan harga per kilogram Rp75 ribu.
"Setelah biji kopi di-roasting, saya jual dengan harga Rp135 ribu per kilogram. Jika sebanyak 200 kilogram yang terjual maka keuntungan bisa mencapai Rp2 juta," katanya.
Untuk setiap pengiriman biji kopi mentah dari Wamena ke Jayapura akan dilakukan secara bertahap, tergantung pesanan yang diterima. Namun stok kopi selalu ada. Dengan begitu maka petani kopi di Wamena juga merasa terbantu dalam pemasaran kopi petani. Apalagi ia sering memesan kopi dari petani di Kamung Walakma, Wolo, Maki dan Tiom, Kabupaten Lany Jaya, Papua Pegunungan.
Semakin dikenal
Agar produknya semakin dikenal oleh banyak orang, Gusti mulai berpikir untuk membuat nama di setiap kemasan baik kopi bubuk maupun green beans. Nama Black Orchid' atau Anggrek Hitam menjadi pilihan, karena terinspirasi dari jati diri orang Papua yang hitam kulit dan keriting rambut tetapi unik.
Sejak memulai usaha kopi 'Black Orchid' pada 2021, produknya disukai banyak kalangan masyarakat baik anak muda maupun orang tua di Kota Jayapura. Banyak rekan dan keluarga yang memesan. Apalagi pemilik kafe di Manokwari, Papua Barat, juga biasa memesannya.
Selain itu, ada pula pelanggan di Kota Jayapura yang biasa memesan kopi grean beans hingga 50 kilogram setiap bulan. Sedangkan untuk pelanggan di luar Papua seperti di Jakarta dan Sumatera, akan dikirimkan contoh kopi bubuk lebih dulu untuk dicoba dan jika sesuai baru akan dikirim barangnya.
Dalam setiap kemasan kopi bubuk bervariasi ada 250 kilogram, 500 kilogram dan satu kilogram. Sementara kopi grean beans dijual tergantung permintaan, dan yang terendah lima kilogram.
Selain kopi "Black Orchid" Gusti juga memiliki galeri foto yang bernama "Black Orchid yang berlokasi di Kotaraja, Distrik Abepura, Kota Jayapura. Di tempat itu juga telah digelar pameran foto beberapa kali.
Setelah dua tahun menjalankan usaha kopi di rumah, Gusti Tanati ingin memiliki tempat usaha yang representatif demi pengembangan usahanya ke depan. Selama ini ia bersama istrinya yang menjalankan usaha itu.
Manfaatkan digitalisasi
Pelaksana Harian (Plh) Gubernur Papua, Muhammad Ridwan Rumasukun, mengatakan pihaknya memberikan pelatihan dan bimbingan teknis kepada kalangan Usaha Kecil Menengah. Pemuda Papua diminta terus berkreasi dengan menciptakan peluang-peluang agar perekonomian di Bumi Cenderawasih bertambah maju.
Kreativitas dan digitalisasi di berbagai lini menjadi kunci dalam pengembangan ekonomi di berbagai daerah, tidak terkecuali di Papua. Apalagi saat ini sudah ada Papua Yout Creative Hub (PYCH) yang dapat dimanfaatkan oleh anak-anak muda Papua untuk menunjukkan potensi dan kreasinya dalam menghasilkan berbagai produk yang pasarnya tidak melulu di Papua.
"Digitalisasi menjadi awal pembuka akses nir batas untuk memasarkan pegangan produk-produk kreatif anak muda Papua," katanya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pariwisata Kota Jayapura, Matias Mano, mengatakan pihaknya akan terus mendukung pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di wilayah itu, salah satunya dengan memanfaatkan ruang publik sebagai lokasi festival kuliner.
Dengan pemanfaatan area publik tersebut juga dapat mempermudah pelaku usaha agar tidak jauh-jauh membawa hasil produk yang ingin dipasarkan. Pemanfaatan area publik seperti yang dilakukan salah satu penyelenggara acara di taman Imbi dan PTC Entrop, sangat membantu UMKM di Kota Jayapura.
Dari data Dinas Pariwisata Kota Jayapura, di atas 50 persen UMKM yang selama masa pandemi COVID-19 yang berjualan secara online mereka bisa membawa hasil produk mereka secara fisik untuk dipasarkan dan dijual pada tenda-tenda yang disiapkan. Pemanfaatan area publik untuk pengembangan UMKM telah berdampak positif terhadap pendapatan dari pada pelaku usaha di Kota Jayapura.