Kuta, Bali (Antaranews Papua) - Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Papua Nugini menyepakati kerja sama proteksi dan pengendalian penyakit hewan serta tumbuhan untuk membuka peluang perdagangan produk pangan yang lebih besar pada kedua negara.
"Melalui penandatanganan kerja sama ini statistik ekspor impor bisa tertata dan terdata," kata Kepala Badan Karantina Pertanian Kementerian Pertanian RI Banun Harpini di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Jumat.
Penandatanganan kerja sama itu dilakukan bersama dengan Direktur Pelaksana Otoritas Inspeksi dan Karantina Pertanian Papua Nugini Joel Alu disaksikan perwakilan instansi terkait kedua negara.
Menurut Banun, kerja sama kali ini merupakan hasil konkret yang telah dicapai kedua pihak setelah melalui diskusi beberapa tahun terkait dengan kerja sama wilayah perbatasan kedua negara.
Dengan disepakati kerja sama itu, maka kedua negara menjamin keamanan produk pertanian yang diperdagangkan dua negara tetangga itu.
Banun mengungkapkan nilai perdagangan produk pertanian wilayah perbatasan RI dan Papua Nugini selama 2016-2017 mencapai 178 juta dolar AS atau sekitar Rp2,5 triliun.
"Kami prediksi setelah adanya 'MoU' ini nilai perdagangan bisa dua kali lipat," katanya.
Sebagian besar komoditas yang banyak diperlukan warga Papua Nugini dari Indonesia, di antaranya beras, produk daging ayam beku, daging ayam olahan, telur ayam konsumsim, dan ayam budi daya untuk peternakan.
"Saya sangat percaya diri karena industri unggas Indonesia sangat maju karena ada beberapa industri pengolahan ayam yang kuat 'biosecurity-nya'," ucapnya.
Selain produk tersebut, produk yang berpotensi besar untuk perdagangan kedua negara, yakni daging babi, olahan tepung terigu, hingga mi instan.
Produk dari Papua Nugini yang dibutuhkan Indonesia salah satunya benih kelapa sawit.
"Ini juga merupakan bentuk institusi karantina di dunia yang tidak hanya berperan untuk proteksi negara tetapi juga fasilitator perdagangan," katanya. (*)