Jakarta (ANTARA) - Kuasa hukum enam tersangka kasus pengibaran Bendera Bintang Kejora di depan Istana Merdeka, Tigor Hutapea mengatakan akan melaporkan hakim tunggal praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Agus Widodo ke Komisi Yudisial karena diduga dengan sengaja berupaya membuat lama proses persidangan.
Hakim Agus Widodo pada praperadilan sebelumnya, Senin (11/11), menunda persidangan selama dua minggu ke depan karena pihak Polda Metro Jaya selaku termohon tidak memenuhi panggilan.
"Besok kami akan ke Komisi Yudisial untuk melaporkan hakim, karena menurut kami penundaan dua minggu itu tidak wajar," ujar Tigor, di Jakarta, Selasa.
Menurut dia, penundaan praperadilan tidak perlu sampai dua minggu, mengingat bahwa termohon yakni Polda Metro Jaya masih berada di wilayah yang sama dengan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sehingga penundaan waktu persidangan selama satu minggu seharusnya sudah lebih dari cukup.
"Maka dalam waktu satu minggu saja itu sudah cukup seharusnya. Dua Minggu menurut kami waktu yang tidak wajar, dan kami akan mencoba laporkan besok supaya ada pengawasan dari Komisi Yudisial terhadap proses praperadilan yang kami ajukan," kata Tigor.
Tigor menjelaskan dalam petunjuk teknis pada Buku II Mahkamah Agung halaman ke-18 disebutkan bahwa "ketua majelis dalam menetapkan hari sidang perlu memperhatikan jauh atau dekatnya tempat tinggal para pihak dengan letak tempat persidangan. Lamanya tenggat waktu antara pemanggilan para pihak dengan hari sidang paling sedikit 3 (tiga) hari kerja."
Hal tersebut seharusnya menjadi pedoman bagi hakim dalam menetapkan jadwal persidangan.
Lebih lanjut Tigor mengatakan penundaan praperadilan selama dua minggu sangat merugikan kliennya karena memperlama proses keadilan bagi para tersangka.
Sebelumnya, aktivis Papua, Surya Anta dan kawan-kawan mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (22/10), terkait penetapan tersangka atas keenam orang tersebut oleh Polda Metro Jaya (PMJ).
Keenam tersangka tersebut adalah Dano Tabuni, Charles Cossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Ketua Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) Surya Anta Ginting dan Arina Elopere.
Gugatan praperadilan tersebut diajukan Surya Anta dan kawan-kawan melalui kuasa hukumnya Okky Wiratama dan tim dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta.
"Ada pun alasan kami mengajukan praperadilan sebelumnya klien kami telah ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan makar pada aksi 28 Agustus lalu di Istana Negara," kata Okky saat ditemui usai mendaftarkan gugatan di PN Jakarta Selatan.
Okky mengatakan Surya Anta dan teman-temannya ditangkap oleh Polda Metro Jaya pada 30 dan 31 Agustus 2019.
Ia menjelaskan, alasan gugatan selain karena penetapan status tersangka tidak sah, banyak prosedur lainnya yang juga tidak sah yakni penggeledahan tidak sah karena tanpa memiliki surat izin dari pengadilan negeri setempat, tanpa disaksikan oleh dua orang saksi yakni RT dan RW setempat, serta penyitaan yang tidak sah.
"Yang dilakukan pihak termohon (PMJ), terhadap klien kami diduga melakukan perampasan bukan penyitaan," kata Okky.
Okky bersama lima kuasa hukum lainnya mendaftarkan gugatan sekitar pukul 11.02 WIB di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor perkara 133/Pid.Pra/2019/PN JKT.SEL.