Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengharapkan Pemerintah dapat meninjau kembali keputusan untuk menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Dalam kajian tata kelola Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang KPK lakukan pada 2019, akar masalah yang kami temukan adalah tata kelola yang cenderung inefisien dan tidak tepat yang mengakibatkan defisit BPJS Kesehatan," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron melalui keterangannya di Jakarta, Jumat.
Karena itu, lanjut dia, KPK berpendapat bahwa solusi menaikkan iuran BPJS sebelum ada perbaikan sebagaimana rekomendasi KPK, tidak menjawab permasalahan mendasar dalam pengelolaan dana jaminan sosial kesehatan.
Bahkan, ia mengatakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dipastikan akan memupus tercapainya tujuan jaminan sosial sebagaimana UU No. 40 Tahun 2004 bahwa jaminan sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak.
"Sehingga keikutsertaan dan perlindungan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah indikator utama suksesnya perlindungan sosial kesehatan. Dengan menaikkan iuran di kala kemampuan ekonomi rakyat menurun, dipastikan akan menurunkan tingkat kepesertaan seluruh rakyat dalam BPJS," ujar Ghufron.
Sementara, kata dia, akar masalah defisit BPJS disebabkan karena permasalahan inefisiensi dan penyimpangan (fraud) sehingga kenaikan iuran BPJS tanpa ada perbaikan tata kelola BPJS tidak akan menyelesaikan masalah.
"Sebaliknya KPK berpendapat jika rekomendasi KPK dilaksanakan, maka tidak diperlukan menaikkan iuran BPJS kesehatan yang akan dirasakan sangat membebani masyarakat mengingat situasi sulit yang sedang dihadapi saat ini dan potensinya yang berdampak di masa depan," kata Ghufron.
Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang kembali menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan dengan subsidi iuran untuk peserta kelas III kategori pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja.
Iuran peserta kelas I yang sebelumnya Rp80.000 naik menjadi Rp150.000, sedangkan kelas II yang sebelumnya Rp51.000 naik menjadi Rp100.000. Kenaikan diberlakukan mulai Juli 2020.
Sedangkan untuk iuran peserta kelas III yang sebelumnya Rp25.500 naik menjadi Rp42.000, tetapi khusus untuk peserta kategori pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja disubsidi pemerintah Rp16.500, sehingga mereka tetap akan membayar iuran Rp25.500.
Namun, per Januari 2021, subsidi iuran dari pemerintah akan dikurangi menjadi Rp7.000, sehingga para peserta akan membayar iuran Rp35.000.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) juga telah mengabulkan gugatan terhadap Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Berita Terkait
BPJS Kesehatan optimalkan layanan kesehatan ibu melahirkandi Papua
Rabu, 4 Desember 2024 18:10
BPJS Kesehatan hadirkan pelayanan daring permudah peserta JKN di Papua
Rabu, 27 November 2024 19:26
BPJS Kesehatan: Sistem rujukan berjenjang permudah layanan di Papua
Rabu, 13 November 2024 16:37
BPJS Kesehatan Papua sebut kepesertaan JKN syarat terbitkan SIM
Jumat, 1 November 2024 15:35
BPJS Kesehatan ajak warga Papua skrining penyakit melalui layanan mobile JKN
Senin, 28 Oktober 2024 13:10
Pemda-BPJS Kesehatan menjalin kerja sama beri JKN pada warga Nduga
Kamis, 24 Oktober 2024 16:48
BPJS hadirnya kanal digital JKN akomodir pelayanan kesehatan bagi warga Papua
Senin, 21 Oktober 2024 17:14
Layanan kesehatan mental dapat diakses peserta BPJS Kesehatan
Rabu, 9 Oktober 2024 1:55