Jayapura (ANTARA) - Diskusi implementasi undang-undang Otonomi Khusus (Otsus) yang digelar oleh Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) Provinsi Papua di Kota Jayapura, melahirkan sejumlah saran dan masukan.
Demikian hal ini dikatakan oleh Ketua DPD LPRI Provinsi Papua Elisa Bouway di Kota Jayapura, Selasa sore.
"Dalam diskusi sehari yang kami gelar di salah satu hotel ternama di Kota Jayapura pada Senin (13/10), yang diikuti atau dihadiri oleh para tokoh agama, akademisi dan pemuda terkait implementasi Otsus selama 20 tahun di Papua, ada sejumlah saran dan masukan penting untuk pemerintah," katanya.
Di antaranya yakni soal alur aliran dana Otsus yang diminta harus transparan dan akuntabel, penggunaan dana Otsus selama 20 tahun berjalan di provinsi, kabupaten dan kota di Papua, ditujukan untuk apa saja.
"Kemudian ada usulan harus ada Direktorat Jenderal Otonomi Khusus di pusat yang mengawasi alur dana Otsus. Draft UU Otsus yang baru mesti dibahas secara terperinci guna keberlanjutan Otsus," katanya.
Selanjutnya, hasiL evaluasi dana Otsus oleh para kepala daerah Tabi dan Saireri di Sentani, Kabupaten Jayapura pada September 2020 harus menjadi masukan penting dalam draft Otsus yang baru.
"Karena Otsus dinilai banyak manfaat atau membantu orang asli Papua, sehingga diminta Otsus mesti transparan supaya elektabilitasnya jelas, resapan dipecah dalam bentuk apa. Kan Otsus itu bantuan pemerintah pusat (negara) kepada Provinsi Papua, ini harus jelas," katanya.
Elisa juga menegaskan bahwa Otsus itu produk hukum yang di kemas dalam UU nomor 21 tahun 2001 tentang status otonomi khusus Provinsi Papua kalau ditolak, berarti menolak UU nomor 21 tahun 2001.
"Untuk itu Otsus harus tetap dikontrol juga dikawal oleh semua pihak termasuk evaluasi. Dan yang menjadi pertanyaan penting adalah Papua berpijak pada undang-undang apa tentang pemerintah daerah dan diberkakukan dimana saja wilayah administrasi pemerintahannya, ini menjadi catatan kami," katanya.
Hal lainnya, kata dia, para tokoh pemuda yang hadir mempertanyakan SK untuk 14 kursi adat, atau kursi Otsus Papua di Dewan Perwakilan Rakyat Papua atau DPRP, jika sudah ada hal itu harus didorong untuk dilantik agar massa kerjanya sesuai waktu.
"Dan yang utama, mengemuka adalah audit dana Otsus selama di berlakukannya. Dana Otsus katanya setiap tahun ada evaluasi, juga audit dana Otsus untuk edukasi kepada masyarakat ini yang perlu dilihat," katanya.
Elisa Bouway menambahkan dalam diskusi tersebut para tokoh muda, adat, agama, dan akademisi hingga perwakilan OKP yang hadir di antaranya Pdt MPA Mauri Ketua PGPI Papua, Pdt Albert Yoku Ketua FKUB Kabupaten Jayapura, dan Pdt Naftali Modouw Ketua PGGJ Kabupaten Jayapura, lalu akademisi yaitu Septinus Saa.
Sementara, untuk tokoh pemuda yakni Ketua Gapura Papua Bung Jack Puraro, Roxie Yaung Ketua Patelki Kabupaten Jayapura, serta tokoh pemuda lainnya baik antar OKP yang ada di Kota dan Kabupaten Jayapura maupun Keerom dan sekitarnya yang berorientasi di Provinsi Papua.
"Karena masih memperhatikan dan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19, maka para peserta yang kami undang dan hadir sangat terbatas, hanya 35 orang, di antaranya seperti saya sebutkan di atas," katanya.
Elisa juga menyampaikan bahwa kegiatan serupa akan diagendakan untuk dilakukan di beberapa tempat atau lokasi, hanya akan disesuaikan dengan situasi terkini, yang masih berkutat dengan pandemi corona.