Banjarmasin (ANTARA) - Pakar antropologi masyarakat dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Nasrullah mengatakan protokol kesehatan yang meliputi 3M (memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan) harusnya telah menjadi gaya hidup.
"Jika berbulan-bulan kita menjalani protokol kesehatan, maka semestinya kita sudah sampai pada taraf habit atau sudah terbiasa menjalani 3M," kata dia di Banjarmasin, Ahad.
Menurut Nasrullah, sejatinya masyarakat bukan lagi menjalankan protokol atas anjuran hingga sanksi pemerintah. Melainkan ada kesadaran bahwa akan terasa kurang, mengganjal, atau tidak nyaman bahkan terasa rugi jika 3M tidak dijalankan.
Agar protokol 3M menjadi kebiasaan, dia pun mengusulkan penggunaan masker mampu bertransformasi dari fungsi medis perlu dikuatkan menjadi fungsi estetis.
Alasannya, ketika masker diperuntukkan bagi umum demi pencegahan wabah, tidak serta merta masyarakat mengikutinya. Masker biasanya digunakan untuk kalangan tertentu, karena masker bukan praktik dari kehidupan sehari-hari.
Karena itu fungsi estetis tanpa meninggalkan fungsi medis menjadi penting, agar penampilan pengguna masker mampu masuk ke ranah gaya hidup.
"Sudah banyak masker seperti ini dengan bentuk sangat menarik, maka akan dapat menjadi gaya hidup penggunanya. Namun, sekali lagi, tanpa meninggalkan fungsi medis," ujar alumni S2 Antropologi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu.
Kemudian untuk menjaga jarak, menurutnya perlu bahasa atau ungkapan yang mudah dipahami masyarakat dalam mengedukasi atau menyampaikan ajakan.
Nasrullah menilai, institusi yang mampu menerapkan menjaga jarak adalah sektor perbankan. Alasannya karena urusan uang dan dengan keberadaan Satpam Bank yang telah terlatih sebelumnya untuk menertibkan pengunjung dengan cara dan bahasa yang tidak menyinggung perasaan nasabah sehingga protokol menjaga jarak lebih mudah dilaksanakan.
Selanjutnya untuk mencuci tangan dengan sabun telah didukung penyediaan tempat air untuk mencuci tangan di berbagai tempat. Sekarang tinggal kesadaran masyarakat untuk senantiasa mencuci tangan dalam setiap kesempatan sesering mungkin.
"Jika ke masjid lima kali sehari, niscaya berwudhu dan mencuci tangan dengan sabun sudah pasti dilakukan 5 kali pula. Belum lagi jika dilakukan dalam berbagai kesempatan lain maka frekuensi cuci tangan akan semakin meningkat," tutur anggota Tim Pakar ULM untuk Percepatan Penanganan COVID-19 itu.
Ditegaskan Nasrullah, menerapkan 3M menjadi penting agar tiap individu tidak menjadi pembunuh bagi diri sendiri dan orang lain. Sementara kasus COVID-19 sekarang banyak tanpa gejala sehingga tanpa sadar bisa kapan saja tertular dan menularkan.*