Jakarta (ANTARA) - Kantor Staf Presiden menyatakan penandatanganan perjanjian ekstradisi Indonesia-Singapura, merupakan wujud menguatnya kewibawaan kepemimpinan Presiden Joko Widodo, sekaligus menjadi bukti bahwa reputasi pemerintah dalam tata kelola yang transparan dan akuntabel semakin membaik.
Hal tersebut disampaikan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI Siti Ruhaini Dzuhayatin dalam keterangan tertulis KSP yang diterima di Jakarta, Rabu.
"Konsekuensinya Indonesia harus membuktikan mampu memberantas segala kejahatan yang merendahkan martabat dan menghancurkan sendi keadilan, seperti korupsi, kejahatan ekstremisme, atau kejahatan kemanusiaan lainnya," kata Ruhaini.
Menurutnya, kerja sama ekstradisi dengan Singapura, yang dikenal memiliki good and clean governance, akan menaikkan posisi Indonesia di mata dunia.
"Posisi Indonesia dalam membangun kerja sama internasional semakin kuat, baik di bidang politik, ekonomi, atau bidang strategis lainnya," tuturnya.
Dalam kesempatan itu, Ruhaini juga menyinggung soal penandatanganan kesepakatan pengambilalihan kendali udara atau Flight Information Region (FIR) di Natuna dari Singapura.
Ia menilai, kesepakatan tersebut harus bisa terkonsolidasi dalam agenda strategis dan program prioritas.
"Tidak hanya di kementerian/lembaga tapi juga semua unsur termasuk dunia usaha dan masyarakat sipil. KSP akan mengawal itu," tegas Ruhaini.
Kesepakatan Indonesia dengan Singapura dalam pengambilalihan FIR di Natuna, kata dia, memiliki tiga substansi penting, yakni kepentingan substantif kebangsaan, kepentingan politis strategis kenegaraan, dan kedaulatan hakiki.
"Ini menegaskan Indonesia sebagai the emerging country yang punya kewibawaan politis serta modalitas sumberdaya produktif dan kompetitif. Sekaligus menguatkan kepentingan resiliensi sosial menghadapi globalisasi pada era revolusi industri 4.0," ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong dalam acara Leader's Retreat di Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (25/1), melahirkan beberapa kesepakatan di bidang politik, hukum, dan keamanan.
Beberapa kesepakatan yang dilanjutkan dengan penandatanganan perjanjian tersebut, diantaranya soal pengambilalihan kendali udara (FIR) di Natuna dari Singapura dan perjanjian ekstradisi dengan memperpanjang masa retroaktif dari semula 15 tahun menjadi 18 tahun.
Berita Terkait

Menkeu Sri Mulyani: Butuh dana Rp3.461 triliun penuhi Perjanjian Paris
Jumat, 11 Juni 2021 14:11 Wib

Pemerintah jelaskan skema rekruetmen PPPK bagi sejumlah jabatan ASN termasuk guru
Rabu, 6 Januari 2021 11:00 Wib

Dubes Azad: perluasan hubungan dengan Indonesia menjadi prioritas Iran
Kamis, 31 Desember 2020 18:52 Wib

Formasi baru kabinet Indonesia Maju dengan semangat baru
Rabu, 23 Desember 2020 8:47 Wib

Pemkab Keerom-Blitar tandatangani perjanjian kerja sama perdagangan antar daerah
Kamis, 3 Desember 2020 1:09 Wib

Paus Fransiskus desak negara-negara hormati kesepakatan iklim Paris 2015
Rabu, 2 September 2020 4:27 Wib

Inggris, Prancis, Jerman desak Iran untuk kembali ke perjanjian nuklir 2015
Senin, 13 Januari 2020 7:54 Wib

Presiden Jokowi targetkan perjanjian internasional tingkatkan ekspor selesai akhir 2020
Rabu, 30 Oktober 2019 16:20 Wib