Jakarta (ANTARA) - Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Aditya Alta menyatakan bahwa kenaikan harga kedelai impor sebenarnya dapat dijadikan momentum bagi petani Indonesia untuk menanam dan memperbesar produksi kedelai domestik.
“Sudah ada beberapa laporan media tentang petani di Jawa Tengah yang lebih tergerak untuk menanam kedelai karena melihat peluang untuk mendapatkan margin yang layak," kata Aditya Alta dalam keterangan di Jakarta, Jumat.
Menurut Aditya, dalam situasi normal, petani cenderung enggan melirik kedelai karena tidak mampu bersaing dengan harga kedelai impor.
Harapannya, masih menurut dia, melalui mekanisme pasar meningkatnya suplai kedelai dari dalam negeri ini akan mampu menekan harga kedelai.
Namun, Aditya mengingatkan, kedelai lokal hanya menyumbang 10 persen suplai kedelai Indonesia, sehingga harapan untuk melakukan swasembada masih sangat jauh.
"Rendahnya produktivitas kedelai dalam negeri merupakan sesuatu yang belum mampu diselesaikan selain keterbatasan lahan dan kecocokan cuaca yang mendukung tumbuh suburnya kedelai," paparnya.
Di sisi lain, lanjutnya, kedelai impor dan kedelai lokal juga tidak sepenuhnya bersifat substitusi. Perbedaan karakteristik di antara keduanya membuat pengrajin lebih memilih kedelai lokal untuk produksi tahu.
Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR RI, Johan Rosihan merasa prihatin dengan angka produksi kedelai yang terus turun setiap tahun, demikian juga dengan anggaran dan target produksi yang kian kecil setiap tahun.
Lebih lanjut untuk mengatasi persoalan produksi kedelai yang kian turun setiap tahun, Johan mendorong Kementerian Pertanian (Kementan) agar membuat kebijakan khusus pengembangan kedelai.
“Kita harus ingat bahwa negara kita dalam sejarahnya pernah swasembada kedelai pada tahun 1992 dengan produksi mencapai 1,8 juta ton, maka semangat swasembada harus terus dikuatkan karena secara nasional tingkat kebutuhan kedelai setiap tahun terus meningkat,” terang Johan.
Politisi Fraksi PKS ini menguraikan sejak 2018 produksi kedelai masih berkisar sekitar 650 ton kemudian turun menjadi 424 ton pada tahun 2019.
“Lalu pada tahun 2020 produksi kedelai hanya mencapai 296 ton dan ternyata tahun 2021 lalu produksi malah lebih rendah lagi yakni hanya mencapai 211 ton,” ungkap Johan.
Ia menilai, pemerintah harus segera menyelesaikan berbagai persoalan yang menjadi pokok kendala dari tercapainya swasembada, yakni membantu usaha tani kedelai agar diusahakan lebih dari satu kali setahun, mengatasi persoalan sempitnya lahan bagi budidaya kedelai, selalu meningkatkan produktivitas, membantu petani dalam hal biaya produksi serta memberikan insentif agar petani meraih keuntungan dan efisiensi tinggi.
Kementerian Pertanian menargetkan memproduksi 1 juta ton kedelai pada tahun ini guna mencukupi kebutuhan kedelai nasional agar tidak lagi tergantung dengan pasokan impor.
Direktur Aneka Kacang dan Umbi Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Yuris Tiyanto saat dihubungi di Jakarta, Selasa (22/2), mengatakan target produksi tersebut akan direalisasi melalui penanaman kedelai di 650 ribu lahan pada 14 provinsi Indonesia.
"Kita sudah berusaha dengan teman-teman di Dirjen Tanaman Pangan khususnya di Direktorat Aneka Kacang dan Umbi untuk meningkatkan produksi. Strateginya, satu, kita sudah melakukan pemberian bantuan ke petani seluas 52 ribu hektare ini lewat dana APBN untuk ditanami kedelai," kata Yuris.