Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Prof Mohamad Nasir menyatakan lulusan perguruan tinggi harus punya sertifikasi kompetensi sesuai bidang keilmuan yang dipelajari.
"Ijazah saja tidak cukup, harus dengan kompetensi apa yang dimiliki saat proses menuntut ilmu di perguruan tinggi," kata Nasir usai menghadiri seminar tentang Kerangka dan Pengakuan Kualifikasi Perguruan Tinggi Era Digital di Jakarta, Selasa.
Sertifkasi kompetensi diperlukan untuk menjawab tantangan era dirupsi akibat transformasi digital yang telah mengubah struktur pasar kerja.
Transformasi digital telah mendorong munculnya jenis pekerjaan baru, mengancam tenaga kerja dengan kemampuan rendah, sekaligus menghilangkan sebagian pekerjaan yang ada, ujarnya mantan Rektor Undip Semarang itu.
Menanggapi data meningkatnya angka penggaguran terbuka dari kalangan perguruan tinggi dan diploma, menurut Menteri Nasir, kondisi ini dikarenakan adanya permintaan yang sangat berbeda di era digital saat ini.
Pertama, kesepadanan antara lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan industri mengalami kesenjangan perubahan yang begitu cepat.
"Perguruan tinggi kalau tidak mengubah diri secara cepat akan ketinggalan. Oleh karena itu kita harus melalukan perubahan yang sangat cepat," katanya.
Perubahan yang dapat dilakukan perguruan tinggi meningkatkan mutu pendidikannya, salah satunya mengajarkan perkembangan teknologi informasi seperti big data, coding dan programing.
Permasalahan lainnya yang menyebabkan pengguran terbuka adalah permintaan gaji yang tinggi dari para calon pekerja yang merasa sudah lulus sarjana dari pergurun tinggi ternama.
"Ini masalah lagi, sementara kemampuan ekonomi kita sedang tidak baik, makanya terjadi kesenjangan," kata dia.
Nasir mengatakan ekonomi tidak makin baik, permintaan gaji pekerja terlalu tinggi, kesenjangan jadi terlalu jauh maka muncullah angka pengangguran tersebut.
Untuk mengatasinya lanjut Nasir, perguruan tinggi harus menciptakan kreativitas dan inovasi. Setiap lulusan harus punya kompetensi, kalau tidak akan menjadi kendala setelah lulus nanti.
"Oleh karena itu kebijakan di Kemenristekdikti adalah setiap lulusan diharapkan punya sertifikasi kompetensi pada bidangnya, di samping ijazah yang dimiliki," kata Nasir.
Sertifikasi kompetensi ini diutamakan untuk program studi di bidang sains dan teknologi. Sedangkan ilmu sosial dimoratorium terlebih dahulu untuk tidak mengeluarkan prodi baru.
Menurut Nasir, pihaknya akan menata kembali program studi sosial dan tidak dulu memberikan izin prodi baru, karena saat ini jumlahnya sudah cukup banyak.
"Kita sudah terlalu banyak di bidang sosial, kita mendorong perubahan-perubahan yang bisa menggerakkan ekonomi di masa depan dengan sertifikasi kompetensi. Kita akan kontrol," kata Nasir.
Berita Terkait
Bambang Brodjonegoro, dari Kepala Bappenas ke Menristek/BRIN
Rabu, 23 Oktober 2019 12:51
Kiprah Menristekdikti: Dari diaspora hingga publikasi ilmiah internasional terbanyak
Sabtu, 19 Oktober 2019 21:41
Jumlah penerima beasiswa ADik Papua mencapai 4.386 mahasiswa
Jumat, 18 Oktober 2019 21:21
Menristekdikti selidiki kebenaran oknum dosen miliki bahan peledak
Senin, 30 September 2019 14:55
Menristekdikti dan Rektor Undiksha jamin keberadaan mahasiswa Papua
Rabu, 21 Agustus 2019 15:07
Menristekdikti : Perekrutan rektor asing diharapkan dapat diumumkan ke publik oada 2020
Jumat, 26 Juli 2019 16:59
Menteri: Rektor asing bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia
Jumat, 26 Juli 2019 16:44
Menristekdikti : usia pensiun peneliti menjadi 70 tahun
Selasa, 16 Juli 2019 20:36