Kupang (ANTARA) - Mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur, Frans Lebu Raya, kembali membantah bahwa dirinya menerima sejumlah uang terkait proyek pembangunan fasilitas pameran NTT Fair yang dibangun saat masa pemerintahannya pada periode kedua (2013-2018).
"Yang mulia ibu hakim, seperti yang saya jelaskan dalam dua kali sidang sebelumnya, saya tidak menerima uang atau fee apapun dalam proyek NTT Fair," katanya dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek NTT Fair di Kantor Pengadilan Tipikor Kota Kupang, Selasa.
Sidang lanjutan kasus tersebut juga menghadirkan dua saksi lain, yaitu mantan ajudan Gubernur NTT Frans Lebu Raya saat itu, Aryanto Rondak, dan pegawai Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman, Boby Lanoe.
Frans Lebu Raya menegaskan selama menjabat sebagai Gubernur NTT dirinya tak pernah meminta biaya tertentu dalam pelaksanaan proyek yang dihadirkan pemerintah, termasuk proyek NTT Fair.
"Dan selama saya menjadi gubernur saya tidak pernah menerima amplop atau bingkisan berisi uang," tegas mantan Gubernur NTT dua periode itu
Dia mengatakan terkait proyek NTT Fair, dirinya pernah meminta Kepala Dinas PRKP Yulia Afra, sebagai pimpinan instansi teknis yang melaksanakan proyek agar dikerjakan secara baik oleh pihak ketiga atau kontraktor yang profesional.
Selain itu, Frans Lebu Raya juga menanggapi adanya fakta persidangan yang menyebutkan dirinya menerima titipan dari ajudan yang diberikan Kepala Dinas PRKP saat itu melalui stafnya.
Menurut dia, sebagai gubernur saat itu, setiap hari dia menerima berbagai macam dokumen yang diserahkan, baik oleh ajudan maupun para pegawai lainnya.
"Biasanya saya suruh simpan saja di atas meja karena saya sibuk bekerja. Memang saya pasti buka semua dokumen atau amplop, ada yang hari itu juga tapi bisa juga beberapa hari kemudian, tapi dari semua itu tida ada satu pun yang berisi uang," ujarnya.
Adapun proyek pembangunan fasilitas NTT Fair dari Pemerintah Provinsi NTT mulai dikerjakan pada Mei 2018 dengan menelan anggaran sekitar Rp29 miliar.
Proyek yang berlokasi di Kelurahan Lasiana, Kota Kupang, ini dinilai bermasalah karena belum tuntas hingga batas waktu yang ditetapkan pada Desember 2018.