Makassar (ANTARA) - Perkumpulan Papuan Voices menggelar Festival Film Papua (FFP) IV merajut kembali budaya asli Papua untuk keadilan dan perdamaian yang puncaknya akan berlangsung di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, pada 6-9 Agustus 2020.
"Festival Film Papua IV ini akan diisi dengan rangkaian kegiatan yang dilakukan di berbagai wilayah paling timur ini dan puncaknya diisi dengan acara pemutaran film pada 6-9 Agustus 2020," kata salah satu panitia FFP Rizal Lany, dikonfirmasi dari Makassar, Sabtu.
Rangkaian kegiatan dalam rangka Festival Film Papua itu adalah workshop Film Dokumenter, Produksi Film, Kompetisi Film, Pemutaran Film dan diskusi.
Festival film merajut budaya karena budaya Papua sangatlah kaya. Ada 312 suku yang mendiami Papua dengan berbagai budaya. Akan tetapi budaya Papua seringkali dipandang terbelakang di hadapan modernisasi yang semakin gencar oleh hadirnya teknologi dan informasi.
Akibatnya, budaya Papua semakin ditinggalkan bahkan oleh orang Papua itu sendiri.
Meninggalkan budaya berarti meninggalkan akar kehidupan masyarakat itu sendiri. Berbagai kearifan lokal yang menjadi pedoman hidup bangsa Papua selama bertahun-tahun pun ditinggalkan. Dampaknya menjalari kehidupan masyarakat Papua itu sendiri dan hubungannya dengan orang-orang lain yang datang ke Papua.
Tanpa akar budaya yang kuat, kehadiran manusia lain dengan berbagai budaya yang ikut bersamanya akan dipandang sebagai ancaman bagi masyarakat Papua itu sendiri.
Budaya baru dengan berbagai keunggulan cara penyebaran yang ekspansif sehingga semakin menakutkan bagi masyarakat Papua yang sedang berada dalam transisi dari budayanya sendiri menuju budaya baru itu.
Sifat ekspansif itu melahirkan perasaan terancam bagi masyarakat Papua sehingga berakibat dalam banyak aspek kehidupan bersama.
Kondisi seperti ini melahirkan dilema bagi masyarakat Papua itu sendiri maupun pihak-pihak berwewenang seperti pemerintah maupun lembaga agama. Berbagai kebijakan yang dipandang dapat mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat Papua seringkali tidak tepat sasaran karena tidak sesuai dengan budaya masyarakat setempat.
"Akibatnya program-program itu bukannya membawa dampak yang baik bagi masyarakat malah menjadi persoalan baru bagi masyarakat itu sendiri maupun bagi pemerintah," katanya.
Karena itu, menurut dia, mengenal dan memahami budaya Papua sangatlah penting. Keadilan dan Perdamaian yang selalu menjadi persoalan di Papua tidak akan pernah tercapai jika kebijakan yang ada mengabaikan budaya setempat atau malah membuat budaya tersebut disingkirkan.
Atas dasar itu, kata dia, Perkumpulan Papuan Voices sebagai sebuah lembaga yang bergerak di media audio visual, khususnya Film Dokumenter di Tanah Papua merasa perlu untuk mendorong semua pihak, kaum muda-mudi Papua agar kembali merajut budaya Papua yang ada dan mulai tersingkirkan itu melalui media film dokumenter. Hal ini agar menjadi dasar pijakan bersama dalam upaya membangun Papua yang adil dan damai.
Berkaitan dengan itu, Perkumpulan Papuan Voices menyelenggarakan Festival Film Papua IV. Bersama dengan panitia FFP IV, Perkumpulan Papuan Voices mengangkat Tema FFP IV “Merajut Kembali Budaya Papua untuk Keadilan dan Perdamaian”.
Papuan Voices mengharapkan partisipasi masyarakat Papua dan siapa pun yang peduli terhadap budaya Papua dan Perdamaian serta keadilan di tanah Papua untuk berpartisipasi menggali, mendokumentasi, berkreasi melalui film dokumenter serta berdiskusi tentang budaya Papua dalam Festival Film Papua IV yang akan diadakan pada 6-9 Agustus di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua.
Anggota panitia FFP lainnya, Bernard Konten mengatakan ada pun tujuan Festival Film IV adalah memperkenalkan situasi masyarakat adat Papua dan berbagai permasalahannya lewat film dokumenter.
Membangun Kesadaran Publik akan isu-isu penting yang dihadapi oleh masyarakat adat Papua. Mendorong dan memperkenalkan pembuat film muda Papua yang terampil dalam produksi dan distribusi film dokumenter
sebagai wadah untuk memperkuat jaringan di tanah Papua.
Ia menambahkan, Papuan Voices merupakan suatu Perkumpulan Film Maker Papua yang dibentuk pada tahun 2011. Pembentukan Perkumpulan Papuan Voices ini berawal dari program pelatihan produksi dokumenter yang dibuat oleh Engage Media bekerjasama dengan SKPKC Fransiskan Papua, SKP Keuskupan Agung Merauke dan JPIC MSC di Merauke.
Para peserta pelatihan kemudian menyatukan diri dalam wadah komunitas Film bernama Papuan Voices.*