Jakarta (ANTARA) - Keputusan pemerintah yang tidak memiliki rencana memulangkan warga negara Indonesia (WNI) bekas kombatan ISIS diyakini tepat karena sikap itu dapat menghentikan polemik di tengah masyarakat, demikian pendapat dari Kepala Pusat Riset Ilmu Kepolisian dan Kajian Terorisme Universitas Indonesia Inspektur Jenderal Polisi (Purn) Benny Josua Mamoto saat ditemui di Jakarta, Rabu.
"Ketika pemerintah belum menentukan sikap, terjadi perdebatan di mana-mana. Bahkan, video lama muncul sehingga ada keresahan dan ketakutan di masyarakat. Langkah pemerintah mengambil keputusan dengan jawaban tegas menolak, itu tepat menurut saya, karena dengan begitu perdebatan berhenti," ujar dia saat ditemui setelah menghadiri acara diskusi di Kampus Universitas Indonesia Salemba, Jakarta.
Walaupun demikian, keputusan itu perlu ditindaklanjuti dengan upaya pendataan dan verifikasi terhadap lebih dari 600 WNI mantan kombatan ISIS yang saat ini mengungsi di Suriah dan Turki. "Ini perlu dikaji kembali bagi mereka-mereka yang mungkin jadi korban," tambah dia.
Jika nantinya ada yang dipulangkan, Benny berpendapat pemerintah perlu memperhatikan lagi proses identifikasi dan verifikasi terhadap para eks kombatan. "Di dalam mereka sudah tertanam dalam-dalam militansinya, karena sudah teruji di medan jihad," ujar Benny mengingatkan.
Tidak hanya itu, proses penyidikan dan penyelidikan terhadap para mantan kombatan, apabila mereka dipulangkan, juga cukup berat. Pasalnya, ia berpendapat, proses penyidikan dan penyelidikan untuk kasus terduga terorisme membutuhkan waktu panjang dan keahlian khusus.
"Sejak Bom Bali 1, saya banyak terlibat, mulai dari Amrozi, Muchlas. Dan saat saya sebagai interogator, bagaimana saya membuat dia menjelaskan apa yang dia lakukan. Itu butuh komunikasi yang baik, perlu membangun trust. Tahapannya tidak satu hari, dua hari," jelas Benny.
Oleh karena itu, menurut dia, wacana memulangkan ratusan WNI mantan kombatan ISIS juga menimbulkan masalah baru, salah satunya mengenai kapasitas penyidikan dan penyelidikan kepolisian terhadap mereka yang diduga terlibat jaringan teroris.
"Problemnya ada di kuantitas dan kualitas, (jika yang dipulangkan banyak), sementara (penyidik) jumlahnya terbatas, ya nanti kedodoran juga," ujar Benny.
Presiden Joko Widodo pada hari ini kembali menegaskan Pemerintah Indonesia tidak memiliki rencana memulangkan sekitar 689 WNI eks-kombatan ISIS demi menjaga keamanan sekitar 260 juta warga di tanah air. Bahkan, Presiden Jokowi menyebut mereka sebagai "ISIS, eks-WNI".
Namun, pemerintah tetap memberi kesempatan bagi anak-anak yang berusia di bawah 10 tahun dengan status yatim piatu untuk kembali ke tanah air dengan lapor diri ke Kedutaan Besar RI di Suriah.