Timika (ANTARA) - Jajaran Dinas Peternakan Kabupaten Mimika, Provinsi Papua telah mengeluarkan larangan bagi para pedagang atau pengusaha untuk membawa telur ayam buras ke luar Timika terutama ke kabupaten-kabupaten tetangga untuk menjaga ketahanan stok di wilayah itu.
Kepala Disnak Mimika Yosefin Sampelino di Timika, Rabu, mengatakan produksi telur ayam buras di Timika saat ini sekitar 10.000 rak hingga 11.000 rak per hari.
Jika tidak ada yang dibawa ke luar Timika, maka produksi telur tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan warga di Mimika, termasuk untuk memenuhi kebutuhan pangan 25 ribu karyawan PT Freeport Indonesia di wilayah Tembagapura.
"Intinya tidak boleh di bawa keluar dari Timika karena kebutuhan kita meningkat sekitar 20 persen selama masa wabah pandemi COVID-19, apalagi sekarang umat muslim masuk bulan puasa dan tidak lama lagi akan masuk Idul Fitri," katanya.
Untuk menjaga ketahanan stok telur ayam buras di Mimika, katanya, Disnak telah menyurati otoritas pengelola Bandara Mozes Kilangin Timika dan Pelabuhan Pomako.
"Surat sudah kami kirim ke Bandara Timika dan Pelabuhan Pomako, tapi masih saja ada laporan ada orang-orang yang membawa telur antarpulau ke luar Timika. Kalau sudah sampai sejauh itu kami tidak mampu untuk mengawasi," jelas Yosefin.
Dalam beberapa tahun terakhir, Mimika juga tidak menerima pasokan telur buras dari luar terutama dari Surabaya untuk melindungi kelangsungan usaha peternak lokal.
Saat ini, kata Yosefin, harga telur ayam buras di pasaran Timika pada kisaran Rp60 ribu hingga Rp65 ribu per rak.
Selama masa pandemi COVID-19, Disnak Mimika juga membuka enam posko penjualan telur di beberapa titik di Kota Timika. Telur yang dijual pada sejumlah posko itu dibeli oleh Pemkab Mimika dari peternak lokal seharga Rp60 ribu per rak.
Persoalan lain yang dihadapi para peternak ayam petelur dan ayam pedaging di Timika yaitu ketidaktersediaan bibit ayam berumur satu hari atau DOC.
Pasokan DOC ke Timika terhenti semenjak penerbangan ditutup sejak 26 Maret.
Dengan tidak adanya pasokan DOC dari Surabaya, Disnak Mimika memprediksi terjadi penurunan produksi telur 500 rak hingga 1.000 rak per hari mulai Mei mendatang.
"Setelah tidak ada penerbangan dari Surabaya ke Timika, tidak ada lagi pasokan DOC ke Timika. Padahal kami membutuhkan sekitar 230 box. Kalau mau carter pesawat dari Surabaya ke Timika biayanya sangat mahal antara Rp800 juta sampai Rp1 miliar. Kalau sudah seperti nantinya berapa harga telur di pasaran? Orang bisa jual sampai Rp500 ribu per rak, apa masyarakat sanggup membeli," ujar Yosefin bertanya.
Adapun pasokan pakan ayam dan ternak lainnya di Timika hingga kini masih lancar lantaran tidak adanya pembatasan bagi pelayaran kapal kargo barang ke Timika.
Sementara bibit ayam berumur sehari atau DOC tidak bisa dikirim dengan menggunakan kapal laut dari Surabaya ke Timika lantaran waktu tempuh perjalanan yang cukup lama lebih dari satu minggu.