Biak (ANTARA) - Pelaksanaan hukum adat dengan membayar denda kepada pelaku kekerasan perempuan di Tanah Papua sering kali tidak memberikan rasa keadilan terhadap korban kekerasan perempuan.
Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Anak Dinas Sosial Kependudukan Pemberdayaan Perempuan Anak Provinsi Papua Yosephine Wandosa di Biak, Minggi mengatakan jika terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak di Papua penyelesaian lebih besar dilakukan dengan hukum adat dengan cara membayar ganti rugi kepada korban perempuan.
"Padahal, secara hukum positif hal ini tidak menggugurkan tindak kriminal dilakukan pelakunya," ucap Yosephine Wandosa saat pelatihan penguatan jejaring penanganan kekerasan perempuan di Biak, Sabtu(27/5).
Menurut dia, anggapan pelakunya sudah membayar denda hukum adat kepada keluarga korban maka kasus kekerasan perempuan yang semula ditangani kepolisian tidak dilanjutkan secara hukum pidana.
Masih adanya penyelesaian kasus kekerasan perempuan dengan mengutamakan denda adat, tidak membuat efek jera pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak.
"Ya kasus seperti ini masih kerap terjadi di sejumlah Kabupaten/Kota di Tanah Papua karena prinsipnya sudah bayar denda adat kasus kekerasan terhadap perempuan distop atau tidak berlanjut ke proses hukum," katanya.
Ia berharap, lembaga penegak hukum harus berani memproses pelaku tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dan anak supaya memberikan kepercayaan diri bagi korban perempuan bersangkutan untuk menatap kehidupan yang lebih baik.
Seharusnya meski pelakunya membayar denda adat atas kasus kekerasan terhadap perempuan namun tidak menghilangkan perbuatan pidana bersangkutan.
Diakuinya, dengan penyelesaian membayar denda adat kepada keluarga korban bukan berarti kasus pidananya stop.
"Ya, dengan cara ini perempuan yang menjadi korban kekerasan dinilai tak bisa berbuat apa-apa karena si pelakunya sudah bayar denda adat maka kasus penanganan kasus hukumnya dihentikan. Kenyataan seperti masih ada di sejumlah tempat di Tanah Papua," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Keluarga Berencana Kabupaten Biak Numfor Yohana Naap berharap, makin berkurang kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah ini.
Apalagi saat ini sudah era digital, menurut Yohana, kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dicegah dengan meningkatkan penguatan jejaring sosial dengan pemerintah, aparat penegak hukum hingga komunitas atau lembaga pengiat perempuan dan anak di Tanah Papua.
"Sebisa mungkin harus mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Biak Numfor. Apalagi sekarang sudah dibuatkan aplikasi Simfoni untuk melaporkan kasus kekerasan perempuan anak menggunakan layanan dalam jaringan online," harap Kepala DPPPAKB Yohana Naap.
Kegiatan penguatan jejaring antar lembaga penyedia layanan perlindungan perempuan Kabupaten/Kota berlangsung di Biak, dibuka Staf Ahli Bupati Tinneke Mansnembra.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Denda adat kasus kekerasan perempuan Papua tak beri keadilan korban
Berita Terkait
Kapolres AKBP Syafei:Korban penembakan tuntut polisi Rp4 miliar dan 30 babi
Selasa, 26 Oktober 2021 16:47
Kelompok perang bubarkan diri setelah dilakukan pembayaran denda adat
Selasa, 1 September 2020 16:10
Polres Jayawijaya: Denda adat tidak bebaskan pelaku pembunuhan
Jumat, 28 Agustus 2020 14:15
Gunakan strum aki, pemburu udang di kawasan konservasi Kabupaten Sorong dituntut bayar denda
Jumat, 15 Mei 2020 8:46
Polisi Tolikara fasilitasi denda adat penyelesaian kasus perzinaan
Selasa, 11 Februari 2020 17:56
Polisi fasilitasi denda adat penjualan makanan tak layak konsumsi
Senin, 27 Januari 2020 15:36
328 kampung janji tidak gunakan DAK bayar denda adat
Senin, 27 Januari 2020 15:28
Pemkab Jayawijaya dukung penerapan denda adat juga kepada perantau
Minggu, 8 Desember 2019 14:52