Jayapura (ANTARA) - Aktivis lingkungan Rhidian Yasminta Wasaraka berpendapat bahwa Papua perlu menerapkan pembangunan yang ramah lingkungan sehingga terhindar dari persoalan bencana di kemudian hari.
"Ini adalah sebuah solusi bagi konsep pembangunan yang berkelanjutan. Memang hal ini sudah lama dibicarakan dalam berbagai kesempatan tetapi kenyataan di lapangan tidak demikian, diabaikan atau sengaja dilupakan," katanya di Kota Jayapura, Papua, Minggu.
Menurut aktivis lingkungan itu, sudah sejak lama manusia menempatkan pembangunan terpisah dengan isu lingkungan. Padahal sejatinya keduanya beriringan.
"Bayangkan, tak mungkin kita bangun gedung tinggi dan canggih tapi tak ada air buat minum atau untuk apa bangun rumah dan mobil mewah kalau terendam banjir," kata pengurus Forum Peduli Port Numbay Green (FPPNG).
Pelajaran berharga sudah didapati dari dua kejadian belakangan ini. Pada tahun lalu saat musim kemarau, warga Kota dan Kabupaten Jayapura pada teriak kekurangan air karena kekeringan.
Sekarang, lanjut dosen di Kampus Stikom Muhamadiyah Jayapura dan ISBI Tanah Papua itu, pada musim hujan hampir semua kawasan di ibu kota Provinsi Papua kebanjiran.
"Saya kira ini jangan sampai terulang lagi. Terlalu mahal harga yang harus kita bayar. Kehilangan harta benda, jiwa melayang. Cukup sudah. Kita harus berani akui kalau kita telah salah dalam menetapkan arah pembangunan kita yang cenderung tak ramah lingkungan," katanya.
Kini, kata dia, semua pihak harus berani mengubah arah pembangunan yang sedang dilakukan. Tentunya pembangunan yang berbasis ramah lingkungan.
"Tegakkan aturan, bukan hanya sampai pada tingkatan tidak memberi ijin kepada usaha yang berpotensi merusak lingkungan tapi juga dalam proses memberikan anggaran, jangan sampai diberikan kepada mereka yang membangun usaha perkebunan atau perumahan atau apapun yang nantinya akan merusak lingkungan," katanya.
Terkait hal ini, kata Dian yang baru saja meluncurkan buku tentang Asmat dengan judul Perempuan Perkasa itu, bukan saja menjadi tanggung jawab pemerintah semata tetapi pihak lainnya seperti perbankan juga harus ikut peduli dan lebih ketat dalam mencairkan dana untuk suatu pembangunan.
"Misalnya sudah tahu itu perumahan dibuat di kawasan penyangga atau di bantaran sungai, pemerintah daerah jangan kasih ijin dan bank jangan kasih modal," katanya mencontohkan.
Pendiri dan penanggung jawab Yayasan Rumah Belajar Papua itu juga meminta agar aparat terkait seperti dari pihak kehutanan, BBKSDA dan aparat kepolisian lebih peduli dengan persoalan lingkungan.
"Hukum harus jadi panglima pembangunan. Semua yang melawan hukum harus diproses. Jangan pikir dua kali, sebab jika kita lemah maka pelanggaran akan semakin merajalela. Dampak dari kerusakan lingkungan pun akan berpulang," katanya.
Ia berharap tidak ada lagi pihak yang bisa seenaknya membangun tanpa peduli lingkungan.
"Semoga bisa menjadi gerakan bukan hanya di Papua tapi juga di Indonesia," katanya.
Berita Terkait
Aktivis lingkungan ajak generasi muda lestarikan hutan di Papua
Minggu, 5 November 2023 12:57
Aktivis lingkungan Papua peringati Hari Sagu melalui berbagai kegiatan
Jumat, 21 Juni 2019 10:44
Aktivis lingkungan bahas penanam bibit sagu
Kamis, 20 Juni 2019 19:06
Aktivis lingkungan: laju kerusakan Cagar Alam Cycloop cukup memprihatinkan
Minggu, 16 Desember 2018 12:32
Aktivis : Festival Cycloop bagian dari kampanye lingkungan
Minggu, 18 November 2018 22:07
Aktivis kampanyekan lingkungan hijau melalui GYPA
Jumat, 24 Maret 2017 8:17
Aktivis lingkungan kecam penjualan Burung Cenderawasih melalui medsos
Kamis, 24 November 2016 13:14
Aktivis lingkungan ajak pemuda cinta alam
Rabu, 29 Juli 2015 17:10