Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan jajarannya bahwa masih terdapat “Pekerjaan Rumah” (PR) besar bagi bangsa Indonesia untuk menaikkan tingkat inklusi dan literasi keuangan agar bisa lebih unggul dari negara-negara di Asia Tenggara.
Presiden Jokowi saat membuka Pekan Fintech Nasional secara virtual di Jakarta, Rabu, menyoroti indeks inklusi keuangan di Indonesia yang baru sebesar 76 persen. Pencapaian itu lebih rendah dibandingkan Singapura yang sebesar 98 persen, Malaysia 85 persen, dan Thailand 82 persen.
"Kita masih punya pekerjaan rumah yang besar dalam pengembangan teknologi finansial. Indeks inklusi keuangan kita masih tertinggal dibandingkan beberapa negara ASEAN,” ujar Presiden Jokowi.
Tak hanya inklusi keuangan, Presiden Jokowi menyebut literasi keuangan digital masyarakat Indonesia juga masih rendah yakni sebesar 35,5 persen. Lalu, hanya 31,26 persen saja masyarakat yang yang pernah menggunakan layanan digital.
"Masih banyak masyarakat yang menggunakan layanan informal," kata Presiden Jokowi.
Oleh karena itu Presiden mengharapkan inovator di industri perusahaan finansial berbasis teknologi (financial technology/fintech) tidak hanya berperan sebagai penyalur pinjaman, dan industri pembayaran daring saja. Namun, dapat berperan sebagai penggerak utama inklusi dan literasi keuangan digital bagi masyarakat.
Selain itu fintech juga dapat menjadi pendamping perencanaan keuangan dan berperan dalam perluasan penetrasi UMKM ke pasar niaga daring (e-commerce).
Presiden Jokowi mengatakan layanan fintech saat ini telah berkembang pesat. Kontribusi fintech pada penyaluran pinjaman nasional pada 2020 sudah mencapai angka Rp128,7 triliun, meningkat 113 persen (year-on-year/yoy) dibandingkan periode sama tahun lalu.
Hingga September 2020, lanjut Presiden Jokowi, ada 89 penyelenggara fintech yang berkontribusi hingga Rp9,87 triliun pada transaksi layanan jasa keuangan di Indonesia. Kemudian sebesar Rp15,5 triliun disalurkan oleh fintech equity crwod funding (ECF).