Jakarta (ANTARA) - Hasil penelitian platform pemasaran aplikasi Adjust mengindikasikan bahwa penipuan iklan seluler tidak hanya meningkat, tetapi juga menunjukkan gagal mencegah penipuan yang dapat merusak akurasi data pemasaran yang digunakan untuk membuat keputusan bisnis.
"Pemasar harus dapat merasa yakin dengan data mereka," ujar Director of Fraud Prevention, Adjust, Andreas Naumann, dalam keterangan tertulis yang diterima, Jumat.
Hasil riset juga menunjukkan bahwa para penipu tidak hanya memalsukan instalasi berbayar, tetapi juga organic traffic -- instalasi yang tidak bisa sembarang diatribusikan ke kegiatan pemasaran apapun -- untuk menyembunyikan instalasi berbayar yang mereka curi.
Dua per tiga dari 200 juta instalasi yang ditolak merupakan instalasi organik dan hanya sepertiga yang merupakan instalasi berbayar. Walaupun secara teknis pemasar seluler tidak kehilangan uang, instalasi organik palsu ini dapat merusak integritas data dan informasi yang seharusnya dapat dikumpulkan oleh pemasar dari kegiatan pemasaran.
Mereka berisiko tinggi untuk tidak memiliki bayangan saat menghadapi situasi di mana kegiatan penipuan banyak terjadi dan data pemasar tidak akurat, termasuk data instalasi organik.
"Keputusan strategis berbasis data sulit diambil tanpa informasi yang jelas. Intinya, penipuan masih dan akan terus menjadi tantangan yang kita hadapi dalam industri," kata Naumann
"Akan tetapi, dengan menggunakan alat yang tepat, kita bisa selangkah lebih maju dari para penipu dan memastikan bahwa kita tetap memprioritaskan transparansi," dia menambahkan.
Secara khusus, data Adjust untuk kategori game menunjukkan bahwa secara global tingkat penipuan meningkat sebesar 172,95 persen antara Agustus 2019-2020. Kenaikan tingkat penipuan di EMEA bahkan mencapai 181,20 persen, di AS sebesar 310,29 persen, dan APAC sebesar 214,86 persen.
Adjust mengidentifikasi metode penipuan yang paling banyak digunakan dalam ekosistem iklan seluler. Data Adjust menunjukkan bahwa pengguna palsu/bot terus mendominasi sebagai jenis penipuan yang paling sering digunakan.
Penipuan dengan metode ini setara dengan 68,7 persen dari kegiatan penipuan di AS, 65,6 persen di China, 60,7 persen di Jepang dan 47 persen di EMEA.
Spoofing SDK masih mendominasi di Amerika Latin sebesar 51.16 persen. Oleh karena itu, para pemasar disarankan untuk menggunakan solusi, seperti SDK Signature, yang dapat digunakan secara gratis untuk memerangi skema penipuan seperti ini.
Adjust juga menemukan bahwa di negara-negara yang sudah mengadopsi SDK Signature secara lebih luas, para penipu harus beralih dan menggunakan skema alternatif yang menyulitkan mereka dan kurang menarik.
Alhasil, anggaran iklan aplikasi di daerah tersebut lebih jarang dicuri. Namun, hal ini tidak berarti bahwa risiko Spoofing SDK di daerah tersebut lebih rendah daripada di kawasan lain.
Risiko yang berkaitan dengan perusahaan yang tidak menggunakan SDK Signature untuk melindungi diri sama tingginya atau bahkan lebih tinggi, untuk semua negara.
Data Adjust juga menunjukkan bahwa SDK Spoofing paling banyak terjadi pada aplikasi Makanan & Minuman sebesar 59,7 persen dan aplikasi Bisnis sebanyak 34,9 persen.
Berita Terkait
PT Telkom permudah UMKM Papua melalui aplikasi pembayaran digital
Jumat, 12 April 2024 23:51
Dinas PUPR Jayapura sebut aplikasi SIMBG mudahkan pemohon dapat PBG
Rabu, 20 Maret 2024 17:06
Bawaslu Biak Numfor manfaatkan aplikasi pengawasan pemilu Siswalu
Rabu, 14 Februari 2024 2:55
Pertamina Patra Niaga Papua dan Maluku catat pengguna QR Code 42.286 orang
Selasa, 13 Februari 2024 16:22
Pemkab Supiori gunakan aplikasi SIPD sistem penganggaran keuangan daerah
Senin, 22 Januari 2024 12:36
Pemkab Biak Numfor masih gunakan aplikasi SIMDA 2024
Rabu, 10 Januari 2024 18:14
Biak gunakan aplikasi Elsimil mencegah stunting anak
Selasa, 12 Desember 2023 15:33
Pemkot Jayapura meluncurkan aplikasi sistem keuangan desa
Kamis, 7 Desember 2023 12:54