Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat berkolaborasi melakukan inventarisasi keragaman anggrek dan potensi pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan oleh masyarakat adat di Pulau Batanta, Papua Barat.
Salah satu temuan dari kegiatan riset tersebut adalah anggrek Dendrobium cuneatum. Anggrek berbunga mini berwarna kehijauan itu sebelumnya hanya ditemukan di region Sulawesi dan Maluku saja.
"Temuan spesies ini di Pulau Batanta akan menambah informasi terkait jangkauan distribusi alaminya yang ternyata melewati zona Wallacea dan mencapai zona biogeografi Australasia," kata peneliti dari BRIN Destario Metusala yang tergabung dalam kegiatan riset tersebut, dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat.
Selain itu, hasil studi juga telah menemukan anggrek akar Taeniophyllum torricellense yang sebelumnya hanya ditemukan di dua lokasi, yaitu Pulau San Cristobal di Kepulauan Solomon dan pegunungan Torricelli di Papua Nugini.
Tim juga menemukan anggrek epifit Dendrobium incumbens yang sebelumnya hanya tercatat berasal dari dua titik lokasi di Papua Nugini, yaitu Distrik Sepik dan Morobe. Lokasi-lokasi tersebut berjarak sangat jauh dengan Pulau Batanta di Papua Barat.
Penemuan anggrek Taeniophyllum torricellense dan Dendrobium incumbens akan menambah jumlah keragaman spesies anggrek di Indonesia.
Studi tersebut dilaksanakan sejak pertengahan Maret 2022., dan kegiatan identifikasi dari spesimen tumbuhan yang dikumpulkan dari Pulau Batanta masih berlanjut.
Sementara koordinator tim kajian dari BBKSDA Papua Barat Reza Saputra mengatakan tim melakukan eksplorasi pada jangkauan area jelajah yang terbatas, namun telah berhasil menemukan sekitar 90 nomor koleksi anggrek.
Ia menuturkan sebagian spesimen anggrek masih dalam proses identifikasi untuk memastikan nama spesiesnya. Sedangkan sebagian lainnya ditemukan dalam kondisi tanpa bunga.
"Spesimen anggrek yang tanpa bunga harus dipelihara terlebih dahulu hingga berbunga agar dapat diidentifikasi lebih lanjut secara akurat," tuturnya.
Pulau Batanta memiliki beragam tipe ekosistem yang masih sangat alami, mulai dari ekosistem pantai, hutan hujan tropis, dataran rendah, sampai dengan hutan pegunungan bawah pada ketinggian sekitar 1.100 meter di atas permukaan laut.
Pulau Batanta merupakan salah satu dari empat pulau besar di Kabupaten Raja Ampat yang terletak sekitar 34 kilometer dari arah barat Kota Sorong.
Bagian barat Pulau Batanta merupakan kawasan konservasi Cagar Alam Batanta Barat yang berfungsi untuk kegiatan penelitian dan perlindungan biodiversitas beserta ekosistemnya.
"Penelitian botani di Pulau Batanta tergolong masih relatif jarang dilakukan," ujarnya.
Berita Terkait
Dewan Adat minta BRIN kaji kembali pemindahan benda arkeolog Papua
Selasa, 17 September 2024 14:00
LMA: Benda arkeologi jati diri orang Papua harus dijaga
Jumat, 9 Agustus 2024 14:25
Tim Ahli Cagar Budaya Jayapura melakukan delineasi Gunung Srobu
Selasa, 9 April 2024 18:47
Peneliti BRIN: Potensi gempa megathrust Selat Sunda capai M 8,7
Selasa, 18 Januari 2022 17:03
ANTARA meraih penghargaan Media Massa Online Terbaik 2021 dari BRIN
Rabu, 15 Desember 2021 16:12
Peneliti identifikasi dua spesies baru katak-tanduk Pulau Sumatera
Senin, 15 November 2021 16:11
UMM tempati pendanaan pengabdian terbesar keempat Kemenristek
Kamis, 25 Februari 2021 14:33
Aplikasi COVID-19 UMM raih Penghargaan IDEAthon Kemenristek/BRIN
Senin, 11 Mei 2020 20:43