Jayapura (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional atau BKKBN Provinsi Papua berharap adanya kebijakan dari kepala daerah di seluruh Tanah Papua terkait percepatan penanganan stunting anak yang hingga akhir 2022 naik menjadi 34,6 persen.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Papua Nerius Auparay kepada ANTARA di Jayapura, Selasa, mengatakan, berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), Papua naik dari 29,5 menjadi 34,6 persen atau 5,1 poin untuk itu diperlukan perhatian khusus dari pemerintah daerah.
“Kenaikan tersebut dikarenakan adanya 19 kabupaten di empat provinsi yang angka prevalensinya turun dibandingkan tahun 2021,” katanya.
Menurut Nerius, ada 10 kabupaten angka prevalensinya naik dan salah satu kabupaten, yakni Kepulauan Yapen, angkanya masih sama dengan 2021 sebesar 31,1 persen.
“Sehingga dengan kenaikan angka prevalensi stunting ini sangat bervariasi padahal kami selalu mendorong dan memberikan sosialisasi seperti Kabupaten Pegunungan Bintang yang dulunya 55,4 persen, sekarang turun menjadi 48,9 persen,”ujarnya.
Dia menjelaskan, untuk 19 kabupaten/kota di ke empat provinsi di seluruh Tanah Papua yang turun, itu di antaranya Papua Tengah yakni Deyai, Dogiyai, Intan Jaya, Puncak, kemudian Papua Pegunungan dengan Lanny Jaya, Yalimo, Mamberamo Tengah, Jayawijaya, Pegunungan Bintang, lalu Papua Selatan ada Merauke, Boven Digoel, Mappi dan Papua Induk yaitu Nabire, Jayapura, Kota Jayapura, Sarmi, Keerom, Biak Numfor, Waropen
“Dari 19 kabupaten/kota tersebut Kabupaten Deyai yang rendah di mana dari sebelumnya 28,4 persen pada 2021, sekarang turun 13,4 persen,” katanya.
Dia menambahkan, pihaknya sangat berharap adanya kebijakan tersebut karena fungsi BKKBN hanya sebagai koordinator, sehingga yang menentukan turun naiknya angka tersebut tergantung dari Pemerintah Daerah, termasuk pemerintah provinsi karena pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk mengintervensi pemerintah kabupaten/kota.