Ternate (ANTARA) - Kantor Urusan Agama Kecamatan Morotai Utara, Pulau Morotai, Maluku Utara mencatat, selama tiga tahun terakhir ini angka perceraian alami peningkatan di tahun 2020 yakni mencapai 34 kasus.
Dalam tiga tahun 2018-2020 kasus perceraian yang paling tinggi pada 2019 ada 25 kasus, kata Penyuluh KUA Morut, Kabupaten Pulau Morotai, Mustakim di Ternate, Minggu.
Untuk Januari sampai Juli 2020 sudah terjadi delapan kasus perceraian lima kasus diantaranya terjadi di Desa Gorua, hanya saja dari delapan kasus tersebut, lima kasus diantaranya belum disidang keliling karena wabah COVID-19.
Dari angka perceraian yang terus meningkat dari tahun ke tahun, maka pihaknya berharap ada perhatian khusus dari Pemda Pulau Morotai kepada mereka yang sudah menjanda.
"Adanya pengangguran janda yang begitu banyak apalagi punya anak yang menempuh pendidikan, maka kami berharap ada perhatian dari Pemda agar memberikan fasilitasi yang dibutuhkan, untuk menghidupkan anak-anak mereka," ujarnya.
Pengadilan Agama Tobelo, Halmahera Utara mencatat periode Januari-Juni ada 71 perkara perceraian sudah masuk dalam rekapitulasi.
Angka tersebut terbilang cukup tinggi apabila dibanding tahun sebelumnya, karena sepanjang tahun 2018 hingga 2019 lalu, tercatat hanya sekitar 113 kasus perceraian di Kabupaten Halmahera Utara dan Pulau Morotai.
Dia mengatakan, untuk kasus perceraian di Kabupaten Halmahera Utara dan Pulau Morotai pada tahun ini menunjukkan grafik peningkatan apabila dibanding tahun sebelumnya.
Untuk diketahui, Pengadilan Agama Tobelo membawahi dua kabupaten dan tahun lalu hanya 113 kasus, tetapi sekarang baru pertengahan tahun saja sudah tembus angka 71 kasus.
Sedangkan, dari 71 kasus perceraian, sebagian besar gugat cerai atau istri yang menggugat suami dan memang paling banyak kasus cerai gugat yakni istri yang menggugat cerai suaminya.
Penyebabnya rata-rata perceraian di dua kabupaten adalah karena tidak adanya tanggung jawab dari pihak laki-laki dalam sisi ekonomi, yakni untuk memenuhi kebutuhan atau menafkahi keluarga.