Biak (ANTARA) - Pemberlakuan Otonomi Khusus Papua sejak 21 tahun lalu telah meletakkan fondasi kuat bagi provinsi ini untuk melanjutkan pembangunan di berbagai bidang pada masa mendatang.
Otsus Papua kini genap berusia 21 tahun merujuk Undang-Undang No. 21 Tahun 2001, yang kemudian disempurnakan dengan UU No. 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
Selama 2 dasawarsa lebih usia Otonomi Khusus atau Otsus Papua, keleluasaan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Provinsi Papua dinilai telah membawa berbagai perubahan, baik di bidang sosial, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, hukum, maupun hak asasi manusia.
UU Otsus Papua merupakan pemberian kewenangan yang luas bagi provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Kewenangan lebih luas berarti juga tanggung jawab lebih besar bagi provinsi dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan dan mengatur pemanfaatan kekayaan alam untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Papua.
Adapun UU Otsus Papua No. 2 Tahun 2021 bertujuan untuk mempercepat laju pembangunan dan peningkatan pemerataan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat di Tanah Papua.
Perubahan UU Otsus Papua mengarahkan untuk mengurangi kesenjangan antarwilayah di Papua dengan membuka daerah otonom baru melalui pendekatan penataan daerah bottom-up dan top-down dengan tetap mengedepankan prinsip demokrasi dan efisiensi.
Otonomi khusus yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga dimaksudkan untuk mengatasi persoalan-persoalan sosial masyarakat Papua.
Pemberian UU Otsus Papua bisa dinilai sebagai jalan tengah atau hasil kompromi politik atas gejolak sosial di masyarakat Papua selepas reformasi atau setelah rezim Orde Baru jatuh pada tahun 1998.
Dalam perjalanannya memang tidak mudah untuk merealisasikan UU Otonomi Khusus Papua karena ada banyak persoalan awal yang sudah muncul ketika pembahasan otsus dilakukan DPR RI bersama pemerintah.
Namun setelah berjalan 21 tahun, pemberian Otsus Papua telah mempengaruhi perubahan sosial dan pembangunan di Papua.
Perubahan Otsus
Sejak kembalinya Provinsi Papua (sebelumnya Irian Jaya) bergabung dengan NKRI pada 1 Mei 1963, hal paling mendasar dihadapi masyarakat Papua adalah kesulitan menjalin hubungan antarwilayah karena akses satu-satunya menggunakan transportasi udara atau pesawat.
Begitu juga dengan ketersediaan sarana prasarana jalan yang menghubungkan antarkampung, distrik, hingga kabupaten masih sangat terbatas sehingga masyarakat di Tanah Papua ketika akan menemui sanak keluarga atau untuk kepentingan lainnya harus menempuh jalan darat dengan waktu berhari-hari hingga seminggu untuk mencapai tujuan.
Sebelum Otsus Papua diberlakukan, orang asli Papua tidak mendapat prioritas dalam peningkatan sumber daya manusia melalui pendidikan. Kondisi ini, terus terjadi hingga di awal Reformasi Tahun 1999.
Namun setelah Otsus diberlakukan, orang asli Papua memiliki kesempatan menikmati pendidikan dengan mudah, murah, dan merata. Fasilitas ini dinikmati masyarakat perkotaan dan sudah menyentuh hingga ke pelosok kampung dan distrik.
Masalah layanan kesehatan pun sebelum Otsus Papua warga di daerah terpencil harus menempuh waktu berhari-hari untuk dapat berobat di fasilitas pelayanan kesehatan puskesmas atau puskesmas pembantu atau pustu hingga rumah sakit pemerintah. Kini rakyat Papua bisa mendapatkan layanan kesehatan lebih baik dibanding sebelumnya.
Di lembaga politik DPRP sebelum diberlakukan Otsus Papua maka orang asli Papua ketika akan menjadi wakil rakyat harus mendaftar dulu menjadi caleg partai tertentu dan dipilih melalui pemilihan umum.
Namun, kondisi sekarang berubah setelah diberlakukan UU Otsus Papua. Untuk menjadi wakil rakyat di lembaga DPRP bagi orang asli Papua dapat jatah khusus anggota legislatif melalui jalur pengangkatan Otsus Papua hingga di tingkat DPRK kabupaten/kota.
Di lembaga budaya Majelis Rakyat Papua, dengan ketentuan UU Otsus Papua, menjadi tempat pengabdian masyarakat orang asli Papua melalui jalur pemilihan sesuai wilayah adat dengan keterwakilan adat, perempuan, dan agama.
Bahkan, pada tahun 2022 Pemerintah Republik Indonesia bersama DPR RI telah memekarkan empat daerah otonom baru di Tanah Papua melalui implementasi UU No. 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus Papua.
Empat daerah otonom baru di Tanah Papua yang sudah dimekarkan, yakni Provinsi Pegunungan Papua, Papua Tengah, Papua Selatan, dan yang terbaru adalah Provinsi Papua Barat Daya.
Sementara di satuan organisasi TNI/Polri, porsi penerimaan menjadi prajurit TNI/Polri untuk orang asli Papua telah mendapat perhatian khusus dari institusi bersangkutan. TNI/Polri memberikan kuota pengangkatan putra daerah orang asli Papua bervariasi hingga 70 persen untuk orang asli Papua.
Bahkan pada tahun 2021, Polda Papua telah melakukan perekrutan khusus 2.000 personel Polri bagi warga orang asli Papua.
Adapun untuk sarana transportasi bandara, sebelum diberlakukan Otsus banyak bandar udara di sejumlah daerah hanya bisa dilayani penerbangan perintis pesawat kecil Twin Otter, Cesna.
Namun, setelah diberlakukan Otsus Papua, sejumlah bandara di Papua, antara lain, bandara dekat Yahukimo, Bandara Moses Kilanggin Timika, Bandara Nabire, Bandara Theys Hiyo Eluay Sentani mulai dilakukan renovasi pemerintah melalui Kementerian Perhubungan RI ditingkatkan panjang landasan hingga dapat didarati pesawat besar jenis Boeing 737 NG hingga pesawat badan lebar jenis Airbus 320.
Begitu juga fasilitas pelabuhan laut, juga mulai ditingkatkan sarana prasarana penunjang pelabuhan hingga renovasi gedung terminal penumpang kapal di kabupaten/kota.
Komitmen pemimpin
Pemerintah Pusat di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada periode pertama sejak 2014-2019 dan dilanjutkan periode kedua 2019-2024 telah banyak mengubah wajah Papua ke arah yang lebih berpengharapan.
Sejak Presiden Jokowi terpilih menjadi Presiden RI sampai saat ini kepedulian dan perhatian terhadap pembangunan Provinsi Papua begitu besar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Tanah Papua.
Sejak awal Otsus Papua diberlakukan hingga sekarang, pemerintah sudah menggelontorkan dana besar mencapai Rp1.000 triliun untuk pembangunan sarana prasarana infrastruktur dasar masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, rumah layak huni, listrik, hingga air bersih.
Termasuk di dalamnya membangun sarana komunikasi jaringan internet hingga kebutuhan bahan pokok, yang mendapatkan porsi besar dalam kebijakan maupun alokasi anggarannya.
Selama 21 tahun diberlakukannya otsus, pemerintah bersama rakyat Papua telah berhasil meletakkan fondasi kokoh untuk membangun masa depan rakyat Papua yang lebih cerah.
"Butuh komitmen dan ketegasan para bupati, wali kota, hingga gubernur dalam melaksanakan UU Otsus Papua, agar mencapai tujuannya," kata Kepala Sub Bidang Pemerintahan dan Otsus Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Papua Edy Wai.
Dana Otsus Papua, yang sepenuhnya dikelola dan dimanfaatkan kabupaten/kota, seharusnya bisa mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat orang asli Papua.
Dukungan dana Otsus Papua untuk pembangunan daerah sejauh ini telah memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Tanah Papua.
Dana Otsus Papua dikucurkan dalam jumlah besar setiap kabupaten/kota dengan tujuan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat orang asli Papua, antara lain, untuk pendidikan, kesehatan, insfrastruktur dasar warga, jalan, rumah sehat, serta pemberdayaan ekonomi keluarga.
Wakil Ketua DPRD Biak Andrianus Mambobo mengakui perubahan UU Otsus Papua berdampak pada seluruh aspek kehidupan masyarakat orang asli Papua.
Dana Otsus bakal lebih berdaya guna lagi ketika para pengelola anggaran pemerintah punya hati nurani dan dengan jujur merealisasikan anggaran ini semata demi kesejahteraan rakyat Papua.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: 21 tahun otsus hasilkan fondasi kokoh bagi masa depan Papua