Biak (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Biak Numfor, Papua melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Keluarga Berencana (DP3AKB) meminta orang tua untuk ikut mencegah pernikahan dini anak guna mengatasi kasus stunting di lingkungan keluarga.
"Sesuai aturan perempuan dikatakan telah siap menikah pada usia 21 tahun dan laki-laki usia 25 tahun," kata Kepala DP3AKB Biak Numfor Johanna Nap di Biak menanggapi upaya pencegahan pernikahan dini perempuan.
Johanna mengatakan untuk mengatasi pernikahan dini anak memberikan penguatan ketahanan keluarga dan mengubah nilai dan norma perkawinan.
Di sisi lain, lanjut dia, lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak dapat diciptakan dengan menguatkan peran orang tua, keluarga, organisasi sosial/masyarakat, sekolah, dan lembaga gereja untuk mencegah perkawinan dini anak.
Ia mengatakan pihak Kementerian PPPA menerapkan lima strategi untuk mencegah perkawinan anak di Indonesia meliputi optimalisasi kapasitas anak.
Upaya lain mencegah pernikahan dini, lanjut dia, menciptakan lingkungan yang mendukung bagi pencegahan perkawinan anak.
"Serta meningkatkan aksesibilitas dan perluasan layanan bagi program perempuan di daerah," katanya.
Dari beberapa data akibat pernikahan dini anak, menurut Johanna, akan mendatangkan dampak yang serius dari sisi kesehatan anak termasuk meningkatnya risiko gangguan kesehatan mental.
Bahkan dari pernikahan dini, lanjut dia, menimbulkan kasus stunting anak, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga risiko perceraian yang meningkat.
"Kami dari DP3AKB terus mengajak pihak berkepentingan dan orang tua bersama-sama menghindari pernikahan dini anak guna mewujudkan generasi emas Biak 2045," harapnya.
Upaya melakukan pencegahan pernikahan dini anak melibatkan duta GenRe, lembaga gereja, adat dan pihak terkait lainnya di Kabupaten Biak Numfor.