Lirik lagu hymne guru, pahlawan tanpa tanda jasa ciptaan mendiang Sartono, mantan guru seni musik SMP Katolik Santo Bernardus Kota Madiun, Jawa Timur telah diubah oleh Pemerintah khususnya pada bait terakhir `engkau patriot pahlawan bangsa, tanpa tanda jasa` menjadi `engkau patriot pahlawan bangsa, pembangun insan cendikia`.
Banyak pihak berpendapat jika lirik versi `lawas` (Jawa : lama) sudah tidak relevan dan dikaitkan dengan kesejahteraan guru yang semakin baik.
Tapi benarkah sepenggal lirik itu sudah tidak lagi relevan? Mungkin saja benar tidak lagi relevan di beberapa tempat lain. Namun di Mimika versi lawas hymne guru, pahlawan tanpa tanda jasa tervisualisasi dalam diri ratusan guru honorer.
Sebelas bulan sudah sejak Januari-November 2017, guru honorer di berbagai sekolah swasta maupun negeri belum memperoleh tunjangan tambahan penghasilan atau yang populer dikenal di wilayah itu dengan nama insentif.
Pemerintah Kabupaten Mimika, sejak beberapa tahun belakangan ini mengalokasikan dana dari APBD untuk insentif para guru di wilayah itu honorer maupun ASN di semua sekolah. Besar kecilnya insentif yang diterima masing-masing guru berdasarkan kategori jauh dekat tempat tugas.
Pembagian insentif yang dimaksudkan oleh Pemkab Mimika sebagai motifasi kepada para guru di wilayah itu biasanya dibayarkan per-enam bulan atau pada akhir setiap semester. Jumlah dana insentif berfareasi sesuai dengan empat kategori.
Untuk sekolah yang ada di wilayah kota, diberi insentif sebesar Rp9 juta, sekolah pinggiran Rp 9,6 juta, sekolah jauh, Rp 12 juta, dan sekolah sangat jauh mendapat Rp 15 juta.
Sayangnya sejak Januari-November 2017, khusus para guru honorer tingkat PAUD-SMP belum menerima insentif mereka. Sementara itu para guru ASN telah menerima insentif yang langsung ditransfer ke rekening masing-masing termasuk guru honorer dan ASN di tingkat menengah (SMA).
Guru mempertanyakan
Lama tak kunjung dibayarkan, guru-guru honorer mempertanyakan alasan mengapa insentif guru langsung kepada Kepala Dinas Pendidikan Dasar Mimika, Jenny O Usmany.
Ketua Solidaritas Guru Mimika Alexander Rahawarin yang juga sebagai honorer di salah satu sekolah yayasan menilai tindakan Kadispendasbud untuk membayar terlebih dahulu insentif guru ASN tidak adil.
Ia menilai guru-guru honorer seharunya diperhatikan khusus lantaran merekalah yang setia berada di tempat tugas sedangkan ada sejumlah oknum guru ASN yang tidak setia menjalankan tugas bahkan berbulan-bulan.
Tidak mendapat respon positif, ratusan guru mendatangi kantor Dispendasbud Mimika di jalan Cenderawasih, distrik Kuala Kencana, Timika. Para guru menggelar demo dengan membawa sapnduk yang intinya mempertanyakan apa yang menjadi haknya.
Namun aksi tersebut juga tidak mendapat kepastian kapan insentif mereka dibayarkan.
Aksi demonstrasi di kantor Dispendasbud Mimika pun terjadi berkali-kali sejak Juli dan berbuntut pada aksi gembok pintu kantor Dispendasbud yang menyebabkan aktifitas pelayanan terhenti selama beberapa hari.
Aksi ratusan guru honor tersebut akhirnya mendapat respon dari berbagai pihak mulai dari tokoh masyarakat, tokoh agama, kalangan DPRD Mimika bahkan Sekda Mimika Ausilius You dan Bupati Mimika Eltinus Omaleng memerintahkan Kadispendasbud untuk segera membayar insentif guru honor.
Salah satu respon tokoh Agama di Mimika Uskup Gereja Katolik Keuskupan Timika, John Philipus Saklil meminta agar apa yang menjadi hak para guru tersebut dibayar. Jika tidak dibayarkan maka lebih baik Bupati Mimika Eltinus Omaleng diganti saja.
Sayangnya, semua perintah dan desakan tidak juga menggugah hati Kadispendasbud Mimika untuk memberikan apa yang menjadi hak para guru tersebut. Para guru akhirnya kembali mengambil keputusan untuk melakukan mogok mengajar sampai insentif mereka dibayarkan.
Alasan Kepala Dinas
Kadispendasbud Mimika, Jenny O Usmany menjelaskan bahwa alasan insentif guru honor Mimika tidak dapat dibayarkan lantaran pembayaran insentif khusus guru honor tidak memiliki dasar hukum yang jelas.
Selain itu, juga tidak tersedia anggaran untuk pembayaran insentif guru honor Mimika 2017 dalam DPA Dispendasbud karena alasan tidak adanya dasar hukum yang jelas.
Menurut Jenny, guru honorer yang berhak menerima insentif adalah mereka yang telah mengantongi SK pengangkatan oleh Bupati Mimika. Selain dari itu tidak bisa dibayarkan.
Sementara itu terkait tidak adanya alokasi dana untuk pembayaran insentif menurut Sekda Mimika sebagai ketua Tim anggaran eksekutif mengatakan bahwa anggaran untuk insentif termasuk guru honorer telah disiapkan dalam APBD Induk Mimika 2017.
Sayangnya menurut pengakuan Jenny Usmani anggaran sebesar Rp17 miliar yang menurut Kabag Keuangan dan Aset Daerah Mimika, Marthen Malisa diplotkan untuk insentif guru honor digunakan Jenny untuk kegiatan pembayaran honor guru kontrak yang baru direkrutnya sebanyak 120 orang.
Bupati yang tidak konsisten
Para guru akhirnya mendapat angin segar. Kali ini Bupati Mimika dengan tegas memerintahkan Kepala Dispendasbud Mimika untuk segera membayar insentif para guru yang menurut Bupati merupakan haknya.
Sayangnya tidak sampai beberapa hari berselang Bupati Eltinus kembali mementahkan pernyataannya dengan mengatakan bahwa pembayaran insentif oleh pemkab Mimika hanya kepada para guru ASN dan honorer yang mengantongi SK pengangkatan dari dirinya.
Jelas tindakan ini menunjukan inkonsistensi Bupati Mimika dalam mengambil keputusan. Bukan saja kali ini, sikap inkonsistensi Bupati Eltinus sudah terjadi di beberapa kasus seperti pernyataan akan menutup peredaran miras di Mimika per 30 Oktober 2017 namun juga tidak terealisasi dan beberapa kasus lain.
Akan terjadi penyimpangan dan perbuatan melanggar aturan atau hukum, apabila tunjangan insentif diberikan kepada yang tidak berhak menerimanya. Jangan memaksakan menuntut yang bukan menjadi haknya, apalagi itu telah menjadi suatu kebiasaan tanpa ada dasar hukum," kata Eltinus melalui siaran persnya.
"Para guru honorer yang telah beberapa kali melakukan unjuk rasa ke sentra kantor pemerintahan Mimika agar dapat memahami aturan yang berlaku. Kita tidak bisa seenaknya memberikan tunjangan insentif kepada para guru honorer yang surat keputusannya diangkat oleh yayasan atau kepala sekolah di yayasan tersebut, karena tidak ada dasar hukum yang mengatur hak para guru honorer tersebut untuk menerima tunjangan insentif. Mestinya yayasan yang mendirikan sekolah agar dapat pahami aturan sehingga tidak melempar beban kepada pemerintah? katanya lagi.
Pernyataan terkait yayasan penyelenggara pendidikan untuk memahami aturan sehingga tidak membebani pemerintah merupakan hal yang lucu, aneh dan keliru.
Pemerintah daerah sebagai penanggung jawab penyelenggaraan pendidikan di wilayah itu seharusnya bersyukur dan bukan sebaliknya mencerca para guru dan yayasannya.
Pemkah seharunya bijak bahwa keberadaan yayasan sebagai penyelenggara pendidikan berbagai tingkat di wilayah itu telah ada sejak kedatangan misionaris Katolik di Mimika, dan seterusnya diikuti oleh yayasan lain pasca kemerdekaan RI hingga kini.
Pemerintah RI juga telah mengizinkan penyelenggara pendidikan bukan hanya kepada Pemerintah melainkan juga kepada swasta namun tidak menghilangkan tanggung jawab Pemerintah untuk menyediakan pendidikan bagi masyarakat.
Keberadaan sekolah yayasan dan para gurunya yang lebih banyak adalah honorer telah memberikan kontribusi yang besar kepada masyarakat yang mana telah memenuhi hak masyarakat untuk memperoleh pendidikan.
Pemkab Mimika dalam hal ini telah dibantu oleh Yayasan karena telah menyediakan pendidikan juga kepada orang asli Papua sesuai dengan UU Otonomi Khusus yang mengisyaratkan keberpihakan lebih kepada OAP.
Berapa besar jasa sekolah swasta (yayasan) dan para guru honorer Mimika dapat dibandingkan dengan melihat jumlah sekolah yayasan dan negeri di wilayah pesisir pantai dan pegunungan, termasuk berapa banyak anak asli Papua di sekolah negeri yang ada di kota. Di satu sisi, pemerintah harus malu namun di sisi lain pemerintah harus memberikan apresiasi kepada yayasan yang telah membantu menyelenggarakan pendidikan di Mimika.
Hingga kini nasib enam ratusan guru honor Mimika tentang pembayaran insentif hampir pupus. Harapan untuk menerima insentif mungkin hanya akan menjadi mimpi, dan benarlah jika dikatakan lagu hymne guru versi `lawas` masih relevan di Mimika. Mereka adalah pembangunan insan cendikia tanpa tanda jasa. (*)