Timika (ANTARA) - Kawasan Pelabuhan Nusantara Kelas III Pomako, Timika, Papua hingga kini belum bisa dikelola dan dikembangkan karena masih terkendala status lahan yang masih disengketakan antara Pemkab Mimika dengan pengusaha Soemitro, pemilik usaha Serayu Grup Timika.
Kepala Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Pomako Husni Anwar Tianotak di Timika, Rabu, mengatakan Pemkab Mimika sendiri telah memiliki surat pelepasan dari masyarakat adat pemilik hak ulayat atas tanah kawasan Pelabuhan Pomako sejak tahun 2000.
Ironisnya, tanah yang sudah dilepaskan ke Pemkab Mimika itu yakni seluas 5.000.000 meter persegi justru dijual lagi oleh masyarakat pemilik hak ulayat kepada pengusaha Soemitro.
Kedua belah pihak itu kini saling mengklaim sebagai pemilik sah atas tanah kawasan Pelabuhan Pomako yang terletak di Distrik Mimika Timur itu.
"Sampai sekarang belum ada penyelesaian. Kami berharap Pemda Mimika dengan pengusaha Soemitro bertemu untuk menyelesaikan persoalan ini sehingga pengembangan kawasan Pelabuhan Pomako ke depan tidak terhambat," kata Husni.
Kawasan Pelabuhan Pomako memiliki peran vital dan strategis untuk memasok berbagai barang kebutuhan pokok ke wilayah Timika, bahkan hingga ke kabupaten-kabupaten tetangga di pedalaman Papua.
"Suka atau tidak suku, Pelabuhan Pomako itu sangat vital. Bayangkan barang kebutuhan pokok untuk beberapa kabupaten di pedalaman Papua itu sangat bergantung dari Timika, sementara barang-barang itu dibongkar dari kapal di Pelabuhan Pomako," jelas Husni.
Gara-gara persoalan lahan yang tidak jelas itu, Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut beberapa waktu lalu menarik kembali anggaran ratusan miliar yang sedianya akan digunakan untuk pembangunan fasilitas terminal penumpang, pembangunan fasilitas perkantoran satu atap, penataan kawasan Pelabuhan Pomako dan lainnya.
"Kita sangat menyayangkan hal itu, anggaran sebetulnya sudah siap tapi karena masalah lahan maka semua menjadi terbengkalai. Padahal Pelabuhan Pomako itu rencananya akan dijadikan pelabuhan percontohan di kawasan timur Indonesia," kata Husni.
Saat ini, Pelabuhan Pomako memiliki dua dermaga dalam satu lokasi yang digunakan secara bersama-sama untuk bongkar muat barang dan penumpang kapal PT Pelni.
Husni mengatakan fasilitas bongkar muat barang di Pelabuhan Pomako belum memadai sehingga waktu pembongkaran barang dari kapal membutuhkan beberapa hari.
"Selama ini muatan satu kapal yang biasanya berisi 400 peti kemas butuh waktu bongkar selama tiga sampai empat hari karena satu hari maksimal 75-100 peti kemas. Selain masalah penerangan yang tidak memadai, jalanan dari lokasi penumpukan peti kemas menuju dermaga sekarang ini dalam kondisi rusak parah sehingga membutuhkan perhatian dari Pemkab Mimika," ujarnya.