"Dari pengakuan ketiga guru itu sudah beberapa bulan mengajar di kampung tersebut karena di kampung Niliti saat ini banyak yang berpindah ke kampung Komailen," kata Kapolres Keerom AKBP Christian Aer yang dihubungi dari Jayapura, Senin.
Dia menjelaskan insiden tersebut terjadi pada Kamis (23/5) saat ketiga guru tersebut sedang mengajar di salah satu bangunan yang ada di kampung Komailen, sehingga menyebabkan mereka melarikan diri ke hutan karena takut ditangkap.
Menurut Kapolres, penyidik kepolisian setempat sudah meminta keterangan dari ketiga guru SDN tersebut. Alasan mereka mengajar di kampung itu karena permintaan warga Niliti yang ada Komailen.
"Penduduk yang bermukim di wilayah perbatasan RI-PNG memang memiliki hak ulayat di wilayah kedua negara, misalnya WNI memiliki hak ulayat di PNG, sehingga mereka memiliki rumah dan kebun di negara tersebut, begitupun sebaliknya dengan WN PNG," ujarnya.
"Penduduk yang bermukim di wilayah perbatasan RI-PNG memang memiliki hak ulayat di wilayah kedua negara, misalnya WNI memiliki hak ulayat di PNG, sehingga mereka memiliki rumah dan kebun di negara tersebut, begitupun sebaliknya dengan WN PNG," ujarnya.
Menurut pengakuan dari para guru tersebut, kata Kapolres, kedatangan tentara PNG ke Komailen dengan menggunakan helikopter dan sempat mengambil barang bawaan mereka dan berbagai identitas mereka juga dibakar.
"Saat ini mereka sudah tidak memiliki identitas dan kartu lainnya yang disita dan dibakar tentara PNG, " kata Christian Aer.
Ketika ditanya apakah Komailen masuk wilayah RI atau PNG, Kapolres Keerom mengaku tidak mengetahui dengan pasti. Untuk mencapai Komailen dari Naliti dengan berjalan kaki selama 15 menit.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kapolres Keerom: Tiga guru SD asal Papua nyaris ditangkap tentara PNG